Di suatu pengadilan, sebuah keputusan penting diambil berkenaan dengan penafsiran terhadap sebab-sebab terlarang yang didasarkan pada KUH Perdata dan UU Bahasa. Hukum Indonesia secara tegas mengatur empat syarat dasar kontrak dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”). Ketika para pihak mengungkapkan persetujuan mereka dalam sebuah kontrak, kesepakatan tersebut dianggap mengikat mereka sebagaimana kekuatan undang-undang. Namun, penting untuk tidak hanya memusatkan perhatian pada pencapaian kesepakatan mengenai objek hukum dalam kontrak.
Hal yang harus diperhatikan adalah penggunaan bahasa Indonesia yang harus benar sesuai dengan ketentuan undang-undang. Sebuah peristiwa menarik pernah terjadi di ruang pengadilan: sebuah kontrak bernilai tinggi harus dipatahkan karena tidak mematuhi kewajiban menggunakan bahasa Indonesia yang benar.
Sengketa antara Nine AM Ltd. dan PT Bangun Karya Pratama (BKP)
Sengketa terjadi antara Nine AM Ltd. dan PT Bangun Karya Pratama (BKP). Sengketa ini mencakup perjanjian kredit yang merekatkan kedua perusahaan ini. Namun, ketika mata kontrak mereka ditarik ke layar hukum, terkuaklah suatu ketidaksesuaian yang mendasar. Pasal dalam perjanjian itu, yang dengan jelas menyebutkan bahwa hukum yang mengikat adalah hukum Republik Indonesia, dan bahwa domisili hukum Debitur berada di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, ternyata disampaikan hanya dalam bahasa Inggris, tanpa sepatah katapun dalam bahasa Indonesia.
Dalam kasus sengketa antara Nine AM Ltd. dan PT Bangun Karya Pratama (BKP) mengenai perjanjian kredit, BKP mengajukan gugatan untuk membatalkan kontrak tersebut berdasarkan UU No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan (UU Bahasa). BKP berpendapat bahwa kontrak tersebut tidak sah karena melanggar Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bahasa (“UU No. 24 Tahun 2009”), yang mengharuskan penggunaan bahasa Indonesia dalam perjanjian yang melibatkan lembaga negara, instansi pemerintah Republik Indonesia, lembaga swasta Indonesia, atau warga negara Indonesia, kami kutip sebagai berikut:
- Pasal 31 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2009:
“Nota kesepahaman atau perjanjian yang melibatkan lembaga negara, instansi pemerintah Republik Indonesia, lembaga swasta Indonesia atau perseorangan warga negara Indonesia, Bahasa Indonesia wajib digunakan”.
Kontrak antara Nine AM Ltd. dan BKP yang hanya menggunakan bahasa Inggris dianggap tidak memenuhi syarat sah berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata tentang ‘kausa yang halal’, karena bertentangan dengan kewajiban penggunaan bahasa Indonesia dalam UU Bahasa. Oleh karena itu, kontrak tersebut dianggap batal demi hukum berdasarkan Pasal 1335 jo. Pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”). Dalam menyelesaikan sengketa kontrak komersial internasional berbahasa asing, dapat diambil pendekatan melalui hukum perdata internasional. Majelis hakim di semua tingkatan pengadilan mematuhi Pasal 31 ayat (1) UU Bahasa, tanpa mempertimbangkan argumen lain yang mungkin diajukan oleh pihak penggugat atau sanggahan dari tergugat.
Majelis hakim yakin bahwa perjanjian kredit yang tidak menggunakan bahasa Indonesia dianggap sebagai perjanjian terlarang karena dibuat dengan alasan yang melanggar hukum. Akhirnya, kedua perjanjian kredit yang melibatkan BKP dan Nine AM dinyatakan batal secara hukum. Tidak hanya itu, perjanjian yang terkait dengan perjanjian kredit juga dianggap tidak sah secara hukum. Oleh karena itu, akta perjanjian jaminan fidusia yang dibuat di hadapan notaris oleh kedua pihak juga dianggap tidak berlaku secara hukum. Kondisi semua pihak dikembalikan ke keadaan semula sebelum ada kontrak di antara mereka. Gugatan terhadap Nine AM diterima sepenuhnya. Tidak ada koreksi pada putusan banding baik untuk Putusan No.450/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Bar maupun Putusan No.451/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Bar. Namun, di tingkat Mahkamah Agung, terdapat sedikit perbedaan pendapat dari majelis hakim. Dalam putusan No.601 K/Pdt/2015, majelis hakim agung menyatakan, “Bahwa alasan kasasi tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena pertimbangan hukum putusan Judex facti sudah tepat dan benar, serta tidak salah dalam menerapkan hukum….”
Dalam putusan No.1572 K/Pdt/2015, Mahkamah Agung menyatakan bahwa pertimbangan Pengadilan Tinggi yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri tidak salah dalam penerapan hukum. Dengan kata lain, Mahkamah Agung menegaskan bahwa keputusan Pengadilan Tinggi yang mendukung putusan Pengadilan Negeri adalah tepat dari segi hukum. ”Dalam hal ini pertimbangan Pengadilan Tinggi yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri tidak salah menerapkan hukum,” bunyi dari putusan tersebut.
Setidaknya ada 4 (empat) poin penting dalam Putusan Mahkamah Agung No. 1572 K/Pdt/2015, yaitu sebagai berikut:
- Loan agreement tidak dalam Bahasa Indonesia bertentangan dengan UU No. 24 Tahun 2009;
- Akta Perjanjian Jaminan Fidusia juga batal demi hukum dikarenakan akta fidusia berkedudukan sebagai perjanjian ikutan, sehingga perjanjian ikutan juga harus dinyatakan batal demi hukum karena terkait dengan Loan Agreement yang tidak sah.
- Kausa yang halal berkaitan dengan isi dan materi perjanjian, bukan formalitas atau bentuk. Kausa yang halal adalah materi substansial dari perjanjian yang tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, moral, atau ketertiban umum, bukan sekadar bentuk atau formalitas dari perjanjian tersebut.
Sehingga, berdasarkan uraian tersebut di atas, sebaiknya Para Pihak apabila ingin membuat suatu kontrak, maka kontrak tersebut harus termuat dalam Bahasa Indonesia maupun bahasa asing berdasarkan kesepakatan para pihak. Sebelum membuat kontrak komersiil, sebaiknya para pihak menghubungi Konsultan Hukum terpercaya untuk memastikan bahwa kontrak yang dibuatnya telah memenuhi syarat-syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata.
Disclaimer
Seluruh isi data dan informasi dalam Legal Brief ini merupakan kompilasi dari sumber-sumber terpercaya. Legal Brief ini tidak dimaksudkan dan tidak seharusnya dianggap sebagai nasihat atau opini hukum. Tidak disarankan mengambil tindakan berdasarkan informasi yang ada pada layanan ini tanpa mencari layanan profesional terlebih dahulu.
Dasar Hukum
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
- Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bahasa.
Penutup
Jika Anda memiliki pertanyaan atau memerlukan lebih lanjut konsultasi mengenai legal brief ini, silakan menghubungi kami di:
- Timoty Ezra Simanjuntak, SH.MH.IPC.CPM.CRA.CLA.CCCS. – Founder and Managing Partner – ezra@simanjuntaklaw.co.id
Aldo Prasetyo Riyadi, S.H. – Associate – office@simanjuntaklaw.co.id / info.simanjuntakandpartners@gmail.com