S&P Law Office

Kesesuaian Pengadaan Laptop Chromebook oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dengan Prinsip-Prinsip Pengadaan Barang/Jasa

S&P Law Office - Legal Brief

Pengadaan barang/jasa oleh pemerintah merupakan kegiatan untuk mendukung penyelenggaraan pelayanan publik secara efektif, efisien, dan akuntabel. Dalam konteks ini, setiap kegiatan pengadaan wajib mengacu pada prinsip-prinsip yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Salah satu kegiatan pengadaan yang menuai perhatian publik baru-baru ini adalah hadirnya dugaan korupsi pengadaan laptop untuk digitalisasi di lingkungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).

Kronologi Kasus

Situasi ini bermula pada rentang tahun 2019 hingga 2022 ketika Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) merancang sebuah program strategis berupa penyediaan bantuan peralatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah, yakni Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Inisiatif ini merupakan bagian integral dari agenda nasional digitalisasi pendidikan yang diusung pemerintah sebagai upaya mempercepat transformasi sistem pembelajaran berbasis teknologi. Salah satu komponen utama dari program ini adalah pengadaan perangkat laptop dengan sistem operasi Chromebook dengan total nilai pengadaan mencapai Rp9,9 triliun.[1]

Padahal, uji coba pengadaan 1.000 unit Chromebook oleh Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan Kemendikbudristek pada 2018–2019 mengungkap sejumlah kendala signifikan, terutama terkait ketergantungan perangkat terhadap jaringan internet.[2] Dalam praktiknya, Chromebook hanya dapat berfungsi secara optimal apabila terhubung dengan koneksi internet yang stabil.[3] Padahal, kondisi infrastruktur internet di banyak wilayah Indonesia, khususnya daerah terpencil dan tertinggal, masih belum merata.[4] Akibatnya, penggunaan perangkat ini dalam mendukung pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) di berbagai satuan pendidikan menjadi tidak efektif, bahkan membebani sekolah yang belum siap secara teknis.[5]Menanggapi temuan tersebut, tim teknis perencanaan pengadaan TIK sebenarnya telah merekomendasikan perubahan spesifikasi perangkat menuju sistem operasi Windows yang dinilai lebih fleksibel untuk penggunaan daring dan luring.[6] Rekomendasi tersebut tertuang dalam kajian awal (buku putih) yang disusun sebagai dasar pengambilan kebijakan.[7] Namun, Kemendikbudristek kemudian mengganti kajian tersebut dengan dokumen baru yang tetap mempertahankan spesifikasi Chromebook.[8]

Kesesuaiannya dengan Prinsip-Prinsip Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Kegiatan pengadaan barang/jasa oleh pemerintah wajib dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip yang telah diatur secara normatif dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (“Perpres PBJ”). Dalam peraturan tersebut, disebutkan bahwa proses pengadaan harus memenuhi beberapa prinsip-prinsip yang bertujuan untuk menjamin bahwa setiap penggunaan anggaran negara benar-benar memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat serta terhindar dari potensi penyimpangan. Oleh karena itu, dalam menelaah kasus pengadaan laptop Chromebook oleh Kemendikbudristek, penting untuk mengkaji sejauh mana proses perencanaan dan pelaksanaannya telah sejalan atau justru bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar yang diatur dalam peraturan tersebut.

Ketentuan terkait prinsip-prinsip dalam pengadaan barang/jasa oleh pemerintah diatur dalam Pasal 6 Perpres PBJ yang menyebutkan sebagai berikut:

Pengadaan Barang/Jasa menerapkan prinsip sebagai berikut:

  1. efisien;
  2. efektif;
  3. transparan;
  4. terbuka;
  5. bersaing;
  6. adil; dan
  7. akuntabel.”

Berikut adalah analisis terkait pemenuhan prinsip-prinsip tersebut dalam pengadaan laptop oleh Kemendikbudristek.

  1. Prinsip ini mengharuskan pengadaan barang/jasa dilakukan secara optimal untuk mendapatkan hasil terbaik. Dalam kasus ini, pengadaan dilakukan melalui mekanisme e-purchasing di e-Katalog sehingga mampu mempercepat proses administrasi dan mengurangi biaya transaksi, membuat proses pengadaan ini telah efisien. Namun, jika pembahasan terkait efisiensi anggaran, hal tersebut masih dipertanyakan karena total dana yang dialokasikan mencapai Rp 9,981 triliun, yang terdiri atas Rp 3,582 triliun dari Dana Satuan Pendidikan (DSP) dan Rp 6,399 triliun dari Dana Alokasi Khusus (DAK).[9] Dari total anggaran tersebut, sebanyak 190.000 unit laptop akan didistribusikan ke sekitar 12.000 sekolah dengan nilai pengadaan sekitar Rp 1,3 triliun.[10] Ini berarti harga rata-rata satu unit laptop mencapai sekitar Rp 6,8 juta.[11] Angka ini menimbulkan pertanyaan efisiensi karena besarnya nilai anggaran yang dikeluarkan menimbulkan keraguan apakah alokasi anggaran sudah digunakan secara optimal.
  2. Prinsip ini sejatinya mengacu pada pencapaian tujuan pengadaan secara maksimal. Jika ditinjau berdasarkan uji coba sebelumnya, diketahui bahwa sejatinya Chromebook tidak efektif digunakan untuk pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) di sekolah-sekolah dengan jaringan internet terbatas. Rekomendasi teknis untuk menggunakan perangkat dengan OS Windows yang dapat beroperasi offline, bahkan diabaikan oleh Kemendikbudristek. Keputusan mempertahankan Chromebook sebagai spesifikasi utama mengakibatkan hasil yang tidak sesuai harapan sehingga sejatinya prinsip ini telah diabaikan.
  3. Prinsip ini mengharuskan pemerintah untuk melakukan seluruh proses pengadaan dilakukan secara transparan dan dapat diawasi oleh publik. Namun, menurut catatan Indonesia Corruption Watch (ICW) pada tahun 2021, program pengadaan laptop Chromebook ini tidak tercatat atau tidak ditemukan dalam sistem resmi Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).[12] Ketidaktercatatan ini menimbulkan keraguan akan keterbukaan informasi pengadaan tersebut.
  4. Prinsip keterbukaan mengharuskan proses pengadaan barang/jasa dilakukan secara terbuka sehingga setiap pihak yang memenuhi syarat dapat mengikuti dan mengakses informasi yang dibutuhkan. Dalam kasus pengadaan laptop Chromebook ini, pengadaan dilakukan melalui mekanisme e-purchasing di e-Katalog LKPP yang secara sistematis menyediakan akses terbuka bagi penyedia yang terdaftar dan memenuhi persyaratan. Hal ini memberikan ruang bagi pelaku usaha untuk melihat spesifikasi, harga, dan ketentuan pengadaan secara terbuka. Spesifikasi teknis minimal laptop yang dibutuhkan untuk pelajar telah dirujuk secara resmi dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 5 Tahun 2021 tentang Petunjuk Operasional Dana Alokasi Khusus Fisik Reguler Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2021 dan menjadi acuan dalam pengadaan laptop.
  5. Prinsip ini mengharuskan pengadaan membuka ruang yang adil bagi seluruh penyedia barang/jasa untuk bersaing tanpa adanya monopoli atau praktik diskriminatif. Dalam kasus ini, dorongan kuat untuk menggunakan produk dalam negeri, terutama dengan penekanan pada pemenuhan TKDN, seharusnya menjadi langkah positif untuk mengembangkan industri lokal. Namun, faktanya hanya terdapat sekitar enam penyedia domestik yang memenuhi kriteria teknis dari Kemendikbudristek untuk program tersebut. Kondisi ini menyebabkan persaingan usaha yang terjadi justru terkesan tidak sehat dan terbatas, karena ruang kompetisi menjadi sangat sempit. Keterbatasan jumlah penyedia dan penetapan spesifikasi teknis yang kaku berpotensi menghambat persaingan yang adil dan transparan, sehingga prinsip persaingan sehat belum terpenuhi secara optimal dalam proyek ini.
  6. Prinsip ini dalam pengadaan laptop Chromebook oleh Kemendikbudristek belum terpenuhi secara optimal karena spesifikasi teknis yang ketat dan hanya mengakomodasi produk berbasis Chrome OS membatasi jumlah penyedia yang dapat bersaing karena hanya sekitar enam penyedia domestik yang memenuhi kriteria sehingga perlakuan bagi penyedia lain menjadi kurang adil. Selain itu, produk yang disediakan kurang sesuai dengan kondisi riil pengguna akhir, terutama sekolah di wilayah dengan jaringan internet yang tidak merata sehingga manfaat bantuan tidak tersebar secara merata dan menimbulkan ketimpangan dalam pemanfaatan.
  7. Prinsip ini pada pokoknyanya mengharuskan setiap tahapan pengadaan dapat dipertanggungjawabkan. Dalam kasus ini, meski prosedur pengadaan melalui e-Katalog dilakukan secara formal, pengambilan keputusan terkait perubahan kajian teknis tanpa penjelasan dan justifikasi yang transparan menimbulkan keraguan akan akuntabilitas proses perencanaan dan kebijakan pengadaan laptop di lingkungan Kemendikbudristek.

Disclaimer

Seluruh isi data dan informasi dalam Legal Brief ini merupakan kompilasi dari sumber-sumber terpercaya. Legal Brief ini tidak dimaksudkan dan tidak seharusnya dianggap sebagai nasihat atau opini hukum. Tidak disarankan mengambil tindakan berdasarkan informasi yang ada pada layanan ini tanpa mencari layanan profesional terlebih dahulu.

Penutup

Jika Anda memiliki pertanyaan atau memerlukan lebih lanjut konsultasi mengenai Legal Brief ini, silakan menghubungi kami di:

[1]  Stephanus Aranditio, (2025), “Dugaan Korupsi Era Nadiem Diusut, Mendikdasmen Hormati Proses Hukum”, https://www.kompas.id/artikel/dugaan-korupsi-era-nadiem-diusut-mendikdasmen-hormati-proses-hukum, diakses pada 4 Juni 2025.

[2] Anshary Madya Sukma, (2025), “Nadiem Makarim di Pusaran Kasus Pengadaan Laptop Chromebook Rp9,9 Triliun”, https://kabar24.bisnis.com/read/20250603/16/1882012/nadiem-makarim-di-pusaran-kasus-pengadaan-laptop-chromebook-rp99-triliun, diakses pada 4 Juni 2025.

[3] Ibid.

[4] Ibid.

[5] Desy Setyowati, (2025), “Awal Mula Kemendikbud Pilih Laptop Chromebook, Kini Disidik Kejagung”, https://katadata.co.id/digital/teknologi/6836af7c72f49/awal-mula-kemendikbud-pilih-laptop-chromebook-kini-disidik-kejagung, diakses pada 4 Juni 2025.

[6] Ibid.

[7] Ibid.

[8] Ibid.

[9] Tempo, (2025), “Kilas Balik Nadiem Makarim Luncurkan Kebijakan Laptop Chromebook”, https://www.tempo.co/hukum/kilas-balik-nadiem-makarim-luncurkan-kebijakan-laptop-chromebook-1633200, diakses pada 4 Juni 2025.

[10] Ibid.

[11] Ibid.

[12] Norbertus Arya Dwiangga Martiar, (2025), “ICW: Proyek Chromebook Kemendikbudristek Tak Ditemukan di Sistem LKPP”, https://www.kompas.id/artikel/icw-telah-memprediksi-pengadaan-laptop-chromebook-di-kemdikburistek-berpotensi-dikorupsi, diakses pada 4 Juni 2025.

About S&P Law Office

S&P are passionate about helping our clients through some of their most challenging situations. We take a practical approach to your case, and talk with you like a real person. With each and every client, we aim to not only meet, but to exceed your expectations.

Recent Post