25 September 2023
Pada tahun 2014, Instruksi Menteri Perdagangan (Mendagri) No. 14 Tahun 1982 yang dijadikan acuan oleh para hakim telah dicabut. Meskipun demikian, permohonan untuk menyatakan surat kuasa sebagai surat kuasa mutlak masih sering diajukan. Secara umum, kuasa mutlak mengacu pada kuasa yang tidak dapat dicabut oleh pemberi kuasa, kecuali jika ada syarat tertentu yang menyatakan bahwa perbuatan hukum yang akan dilakukan adalah untuk kepentingan penerima kuasa atau pihak ketiga.
Pemberian kuasa tidak hanya terbatas pada hubungan klien dan pengacara, tetapi juga relevan dalam administrasi pemerintahan, seperti dalam istilah kuasa pengguna anggaran dan kuasa pengguna barang. Selain itu, dalam transaksi jual beli tanah, surat kuasa mutlak sering digunakan. Namun, pengadilan telah sering kali memutuskan bahwa penggunaan surat kuasa mutlak tidak dapat dibenarkan. Pandangan hakim tetap merujuk pada Instruksi Mendagri No. 14 Tahun 1982 tentang Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak Sebagai Pemindahan Hak Atas Tanah.
Meskipun Instruksi Mendagri tersebut telah dicabut oleh Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 10 Tahun 2014 tentang Pencabutan Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Pertanahan, masih ada pihak yang merujuk pada Instruksi Mendagri tersebut ketika mengajukan permohonan kasasi bahkan setelah tahun 2014.
Di bawah ini, beberapa contoh kaidah hukum dalam putusan Mahkamah Agung terkait dengan ketidakabsahan penggunaan surat kuasa mutlak:
- Jual beli yang dilakukan di bawah tekanan, tanpa tanda tangan istri, dan menggunakan surat kuasa mutlak adalah batal demi hukum. Putusan MA No. 2709 K/Pdt/2014 tanggal 27 April 2075. Objek sengketa adalah harta bersama penggugat dengan almarhum suaminya. Akta jual beli tanggal 27 Juni 2007 yang dibuat di hadapan Tergugat III/notaris dinyatakan batal demi hukum karena adanya tekanan. Selain itu, penggugat sebagai istri tidak ikut tanda tangan. Akta peralihan hak atas objek sengketa didasarkan pada surat kuasa mutlak yang sudah lama dilarang.
- Pengalihan tanah berdasarkan surat kuasa mutlak tidak sah. Putusan MA No. 674 PK/Pdt/2012 tanggal 26 Februari 2013. Tergugat menggunakan surat kuasa mutlak dalam pengalihan tanah objek sengketa dari Tergugat I kepada Tergugat II, tindakan ini tidak dapat dibenarkan dan dilarang oleh hukum, sehingga surat kuasa tersebut dianggap tidak sah. Dengan demikian, pengalihan tanah berdasarkan surat kuasa mutlak juga tidak sah.
- Notaris dilarang membuat akta pengikatan jual beli berdasarkan akta kuasa mutlak. Putusan MA No. 376 PK/Pdt/2000 tanggal 29 Juni 2004. Pembuatan akta perjanjian pengikatan jual beli tanah oleh seorang notaris yang didasarkan pada akta kuasa mutlak dilarang oleh Instruksi Mendagri No. 14 Tahun 1982 dan yurisprudensi Mahkamah Agung. Akta notaris semacam itu dianggap tidak sah menurut hukum.
- Pemindahan hak atas tanah berdasarkan surat kuasa mutlak dianggap batal demi hukum. Putusan MA No. 7400 K/Pdt/2007 tanggal 23 Januari 2003. Penggunaan surat kuasa mutlak sebagai alat pemindahan hak atas tanah dilarang berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1982. Oleh karena itu, pemindahan hak atas tanah yang didasarkan pada surat kuasa mutlak dianggap batal demi hukum.
- Akta pemindahan kuasa yang memberikan kuasa penuh kepada penerima kuasa dianggap sama dengan kuasa mutlak. Putusan MA No. 119 K/TUN/2000 tanggal 17 Oktober 2002 jo Putusan MA No. 3176 IC/Pdt/79/13. Akta pemindahan kuasa yang menyatakan bahwa ‘penerima kuasa memiliki kuasa atas tanah-tanah yang disebutkan dalam kuasa tersebut’ dianggap setara dengan akta kuasa mutlak yang melibatkan perolehan hak atas tanah dari pemilik tanah kepada pihak lain. Hal ini sesuai dengan Instruksi Mendagri No. 14 Tahun 1982 jo No. 12 Tahun 1984 yang dilarang karena dianggap sebagai upaya penyelundupan hukum dalam perolehan hak atas tanah. Selain itu, hal ini juga dianggap sebagai pelanggaran terhadap Pasal 118 pasal 3 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.Surat kuasa yang bertentangan dengan Instruksi Mendagri dianggap batal demi hukum. Putusan MA No. 1440 K/PdN/96 tanggal 30 Juni 1998. Kuasa mutlak yang tercantum dalam Akta No. 07 tanggal 12 Mei 1992 dianggap bertentangan dengan Instruksi Mendagri No. 14 Tahun 1982, sehingga dianggap batal demi hukum.
- Putusan MA No. 3332 K/Pdt/1984 tanggal 7 Desember 1997 menegaskan bahwa akta kuasa mutlak yang dibuat oleh seorang notaris sebagai alat untuk menjalankan transaksi jual beli tanah tidak dapat diterima sebagai bukti di persidangan. Ini disebabkan karena adanya peralihan hak atas tanah dari penjual ke pembeli yang berdasarkan surat kuasa mutlak dianggap bertentangan dan dilarang oleh Instruksi Mendagri No. 14 Tahun 1982, yang telah diperkuat oleh putusan-putusan Mahkamah Agung. Alasannya, penggunaan kuasa mutlak dianggap melanggar hak penjual yang telah menyerahkan hak ekonominya, dan dalam situasi tersebut tidak ada kebebasan berkontrak.
- Putusan MA No. 1991 K/Pdt/1994 tanggal 30 Mei 1996 menetapkan bahwa jual beli yang didasarkan pada surat kuasa mutlak dari debitor kepada kreditor, di mana kreditor membeli tanah seharga utang debitor lalu menjualnya kepada pihak lain, dianggap batal demi hukum. Hal ini disebabkan oleh penggunaan surat kuasa mutlak yang bertentangan dengan Instruksi Mendagri No. 14 Tahun 1982 dan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
- Putusan MA No. 863 K/Pdt/1990 tanggal 8 November 1997 mengklarifikasi bahwa surat kuasa yang berisi kalimat “bahwa surat kuasa ini tidak dapat ditarik kembali oleh pemberi kuasa” (surat kuasa mutlak) masih memberikan hak kepada pemberi kuasa untuk membatalkan surat kuasa tersebut jika diperlukan, terutama jika penerima kuasa telah melanggar isi surat kuasa tersebut.
- Putusan MA No. 3776 K/Pdt/1988 tanggal 19 April 1990 menyatakan bahwa pengalihan hak atas tanah melalui pembuatan ‘Akta Kuasa Mutlak’ yang memberikan penerima kuasa hak dan wewenang penuh atas tanah tersebut adalah sah secara hukum. Penerima kuasa memiliki hak yang setara dengan seorang pemilik dan dapat menuntut pihak ketiga yang mengganggu haknya. Dasar pemikiran ini menjadi landasan penyelesaian kasus ini.
- Putusan MA No. 2660 K/PdS/1989 tanggal 27 Februari 1989 menjelaskan bahwa surat kuasa jual yang diberikan oleh debitor kepada bank tidak memungkinkan bank untuk langsung menjual tanah jaminan, melainkan harus melalui pelelangan umum setelah mendapat izin dari pengadilan. Penjualan yang tidak mengikuti prosedur ini dianggap tidak sah menurut hukum.
- Putusan MA No. 731 K/Sip/1975 tanggal 16 Desember 1976 menjelaskan bahwa sifat perjanjian sering kali membutuhkan adanya surat kuasa yang tidak dapat dicabut kembali oleh pemberi kuasa, atau dalam beberapa situasi, surat kuasa mutlak. Hal ini dapat diterima karena Pasal 1813 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata hanya mengatur prinsip-prinsip umum dan tidak selalu mengikat dalam konteks tertentu. ***
Disclaimer
Seluruh isi data dan informasi dalam Legal Brief ini merupakan kompilasi dari sumber-sumber terpercaya. Legal Brief ini tidak dimaksudkan dan tidak seharusnya dianggap sebagai nasihat atau opini hukum. Tidak disarankan mengambil tindakan berdasarkan informasi yang ada pada layanan ini tanpa mencari layanan profesional terlebih dahulu.
Penutup
Jika Anda memiliki pertanyaan atau memerlukan lebih lanjut konsultasi mengenai legal brief ini, silakan menghubungi kami di:
– Timoty Ezra Simanjuntak, SH.MH.IPC.CPM.CRA.CLA.CCCS. – Founder and Managing Partner
ezra@splawoffice.co.id
– Ricky Andyva Hutasoit, SH. CMLC. – Senior Associate
info.simanjuntakandpartners@gmail.com
– Website
www.splawoffice.co.id
– Instagram
@simanjuntaklaw
Dasar Hukum
– Instruksi Mendagri No. 14 Tahun 1982
– Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 10 Tahun 2014