Sertifikat Laik Fungsi (“SLF”) pada prinsipnya merupakan sertifikat yang diberikan oleh pemerintah daerah atau pemerintah pusat untuk menyatakan kelaikan fungsi bangunan gedung sebelum bangunan gedung tersebut dimanfaatkan. Dalam artian lain, SLF akan menjadi dokumen bukti yang menyatakan bahwa suatu bangunan bertingkat atau gedung telah memenuhi persyaratan teknis dan kelaikan fungsi setelah proses pembangunan selesai.
Hal tersebut sejalan dengan definisi SLF yang didefinisikan oleh Pasal 1 angka 4 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 27/PRT/M/2018 tentang Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung (“Permen PUPR 27/PRT/M/2018”) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 27/PRT/M/2018 tentang Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung (“Permen PUPR 3/2020”) bahwa Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung (“SLF”) adalah sertifikat yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah, kecuali untuk Bangunan Gedung Fungsi Khusus oleh Pemerintah Pusat, untuk menyatakan kelaikan fungsi Bangunan Gedung sebagai syarat untuk dapat dimanfaatkan dengan berdasarkan pemenuhan persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi Bangunan Gedung yang ditetapkan. SLF dilakukan penilaian teknis meliputi:
- Aspek Keselamatan;
- Aspek Kenyamanan;
- Aspek Kesehatan;
- Aspek Kemudahan.
Pemeriksaan Kelaikan Fungsi Bangunan Gedung
Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Permen PUPR 27/PRT/M/2018, diketahui bahwa Pemeriksaan Kelaikan Fungsi Bangunan Gedung dilakukan untuk mengetahui kelaikan fungsi Bangunan Gedung dalam rangka penerbitan SLF, perpanjangan SLF, penilaian tingkat keandalan Bangunan Gedung pada masa pasca bencana, atau penilaian tingkat keandalan Bangunan Gedung pada masa pemanfaatan Bangunan Gedung. Pemeriksaan tersebut kemudian dilakukan oleh penyedia jasa Pengawas Konstruksi atau Manajemen Konstruksi, penyedia jasa Pengkaji Teknis, maupun tim teknis dari Perangkat Daerah Penyelenggara SLF.
Lebih lanjut, dalam pemeriksaan kelaikan fungsi Bangunan Gedung, merupakan proses pemeriksaan pemenuhan persyaratan administratif dan persyaratan teknis Bangunan Gedung sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat (1) Permen PUPR 27/PRT/M/2018. Lebih lanjut, persyaratan administratif Bangunan Gedung tersebut terdiri atas:
- status hak atas tanah, yang dibuktikan dengan surat bukti status hak atas tanah; atau surat perjanjian pemanfaatan atau penggunaan tanah, apabila Pemilik Bangunan Gedung bukan pemegang hak atas tanah;
- status kepemilikan Bangunan Gedung, yang dibuktikan dengan surat bukti kepemilikan Bangunan Gedung, sertifikat kepemilikan Bangunan Gedung sarusun, atau sertifikat hak milik sarusun dan/atau data Pemilik Bangunan Gedung dalam hal Pengguna Bangunan Gedung merupakan Pemilik Bangunan Gedung; atau surat perjanjian pemanfaatan Bangunan Gedung dalam hal Pengguna Bangunan Gedung bukan merupakan Pemilik Bangunan Gedung; dan
- IMB, yang saat ini telah digantikan oleh Persetujuan Bangunan Gedung (“PBG”).
Lebih lanjut, persyaratan teknis Bangunan Gedung tersebut terdiri atas:
- persyaratan tata bangunan, yakni persyaratan peruntukan Bangunan Gedung, persyaratan intensitas Bangunan Gedung, persyaratan arsitektur Bangunan Gedung, dan persyaratan pengendalian dampak lingkungan;
- persyaratan keandalan Bangunan Gedung, yakni persyaratan keselamatan, persyaratan kesehatan, persyaratan kenyamanan, dan persyaratan kemudahan; dan
- persyaratan teknis khusus sesuai fungsi Bangunan Gedung yang meliputi Standar Nasional Indonesia dan/atau standar internasional.
Tujuan Diterbitkannya SLF
Tidak dapat dipungkiri bahwa sejatinya penerbitan SLF merupakan langkah krusial dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan bangunan gedung yang tidak hanya sah secara hukum, tetapi juga andal, aman, dan selaras dengan lingkungan sekitarnya. Salah satu tujuan utama dilakukannya penilaian teknis terhadap keandalan suatu bangunan adalah untuk memastikan bahwa setiap struktur yang telah dibangun benar-benar layak untuk digunakan sesuai dengan fungsi yang direncanakan. Penilaian ini mencakup berbagai aspek teknis, mulai dari kekuatan struktur, sistem keselamatan kebakaran, sanitasi, hingga aksesibilitas bagi pengguna.
Melalui proses penilaian ini, pemerintah daerah dapat memberikan jaminan bahwa bangunan yang akan dimanfaatkan telah memenuhi standar keselamatan dan kenyamanan yang ditetapkan. Hal ini tidak hanya berfungsi sebagai bentuk perlindungan terhadap nilai properti, tetapi juga sebagai upaya preventif untuk mencegah potensi kerusakan bangunan maupun risiko terhadap keselamatan jiwa para penghuni dan pengguna gedung.
SLF sendiri menjadi syarat mutlak sebelum suatu bangunan dapat dimanfaatkan atau digunakan secara resmi. Tanpa SLF, pemanfaatan bangunan dapat dianggap melanggar ketentuan hukum dan berpotensi membahayakan publik. Sertifikat ini hanya diberikan kepada bangunan yang telah selesai dibangun dan terbukti memenuhi seluruh persyaratan keandalan teknis serta konsisten dengan izin yang telah dikeluarkan sebelumnya Dengan demikian, SLF tidak hanya menjadi dokumen administratif, tetapi juga wujud tanggung jawab hukum dan sosial dalam menciptakan tata ruang kota yang aman, tertib, dan berkelanjutan.
Penerbitan dan Perpanjangan SLF
Berdasarkan Pasal 41 ayat (1) dan ayat (2) Permen PUPR 27/PRT/M/2018 diketahui bahwa sejatinya setiap Bangunan Gedung yang telah selesai dibangun harus memiliki SLF yang digunakan sebagai syarat agar Bangunan Gedung tersebut dapat dimanfaatkan. Hal tersebut berlaku baik untuk Bangunan Gedung baru maupun Bangunan Gedung yang sudah ada (existing). Lebih lanjut, kewenangan untuk menerbitkan maupun perpanjangan SLF adalah pemerintah daerah.
Secara umum, dokumen yang dibutuhkan dalam rangka mengajukan Permohonan SLF adalah sebagai berikut:
- surat Permohonan SLF yang ditandatangani oleh Pemilik Bangunan Gedung atau Pengguna Bangunan Gedung;
- surat kuasa apabila permohonan dikuasakan;
- formulir data umum Bangunan Gedung yang dimohonkan; dan
- surat pernyataan kelaikan fungsi Bangunan Gedung yang disertai dengan laporan Pemeriksaan Kelaikan Fungsi Bangunan Gedung.
Dalam hal perpanjangan SLF, wajib untuk melampirkan juga dokumen SLF terakhir beserta lampirannya. Lebih lanjut, untuk tata cara penerbitan maupun perpanjangan SLF dilakukan dengan melalui proses prapermohonan penerbitan/perpanjangan SLF, proses permohonan penerbitan/perpanjangan SLF, dan proses penerbitan/perpanjangan SLF. Kemudian, untuk jangka waktu SLF sejatinya berbeda-beda dengan menyesuaikan karakteristik maupun jenis dari bangunan tersebut. Untuk SLF Bangunan Gedung rumah tinggal memiliki jangka waktu berlaku selama 20 (dua puluh) tahun dan dapat diperpanjang dalam jangka waktu 5 (lima) tahun yang harus diurus perpanjangannya paling lambat 60 (enam puluh) hari kalender sebelum masa berlaku SLF berakhir, sedangkan untuk Bangunan Gedung Umum masa berlakunya adalah 5 (lima) tahun.
Adapun estimasi alur pengurusan perizinan berusaha dari SLF adalah sebagai berikut:
- Pemeriksaan Struktur Bangunan;
- Pemeriksaan mekanikal, elektrikal, plumbing;
- Kajian SLF;
- Sidang TPA SLF;
- Verifikasi Lapangan; dan
- Pengeluaran SK SLF.
Dalam hal ini apabila tidak memiliki SLF, maka dapat dikenakan sanksi administratif sesuai Pasal 12 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (“PP 16/2021”):
- Peringatan Tertulis;
- Pembatasan Kegiatan Pembangunan;
- Penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan pelaksanaan pembangunan;
- Penghentian sementara atau tetap pada Pemanfaatan Bangunan Gedung;
- Pembekuan PBG;
- Pencabutan PBG;
- Pembekuan SLF Bangunan Gedung;
- Pencabutan SLF Bangunan Gedung; dan/atau
- Perintah Pembongkaran Bangunan Gedung.
Selain Sanksi Administratif, juga dapat dikenakan Sanksi Pidana sesuai dengan Peraturan Daerah yang berlaku. Hal ini dapat dilihat contohnya dalam Pasal 283 Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 7 Tahun 2010 tentang Bangunan Gedung (“Perda DKI No. 7 Tahun 2010”) yang mengatur tentang pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau 6 (enam) bulan atau denda paling banyak sebesar Rp 50.000.000,- (lima puluh juta Rupiah).
Disclaimer
Seluruh isi data dan informasi dalam Legal Brief ini merupakan kompilasi dari sumber-sumber terpercaya. Legal Brief ini tidak dimaksudkan dan tidak seharusnya dianggap sebagai nasihat atau opini hukum. Tidak disarankan mengambil tindakan berdasarkan informasi yang ada pada layanan ini tanpa mencari layanan profesional terlebih dahulu.
Penutup
Jika Anda memiliki pertanyaan atau memerlukan lebih lanjut konsultasi mengenai Legal Brief ini, silakan menghubungi kami di:
- Timoty Ezra Simanjuntak, S.H., M.H. – Managing Partner –info@splawoffice.id / office@splawoffice.co.id
- Aldo Prasetyo Riyadi, S.H. – Senior Associate – info@splawoffice.id / office@splawoffice.co.id