Kepemilikan apartemen dibuktikan dengan Sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun (SHM Sarusun). Sertifikat ini mencakup hak milik perorangan atas unit apartemen serta hak bersama atas bagian bangunan, benda bersama, dan tanah bersama. Namun, jangka waktu kepemilikan sangat bergantung pada status hak atas tanah tempat apartemen dibangun. Jika tanahnya berstatus hak milik, maka kepemilikan cenderung permanen karena tidak memiliki batas waktu.
Di sinilah banyak calon pembeli kurang menyadari risikonya. SHM Sarusun yang “menumpang” pada HGB atau Hak Pakai akan berakhir otomatis ketika masa hak tanah induknya habis, meskipun unit apartemen masih layak huni. Prinsip vertical attachment dalam hukum pertanahan Indonesia membuat semua bangunan menjadi satu kesatuan dengan tanah di bawahnya.
Masalah semakin rumit jika apartemen dibangun di atas tanah yang ternyata sedang bersengketa. Meskipun pembeli memegang SHM Sarusun, sertifikat tersebut bisa kehilangan kekuatan hukum apabila pengadilan memutuskan tanah itu bukan milik pengembang. Risiko ini berpotensi membuat pemilik unit kehilangan haknya, walaupun sudah membayar lunas.
Memahami status kepemilikan apartemen bukan hanya soal mengetahui luas unit atau fasilitas yang didapat, tetapi juga tentang memastikan kekuatan hukum dari sertifikat yang Anda pegang.
📘 Ingin tahu lebih dalam soal bagaimana status hak tanah memengaruhi masa berlaku SHM Sarusun dan risiko hukumnya?
Baca analisis lengkapnya dalam jurnal resmi dari S&P Law Office di sini: