S&P Law Office – Legal Brief
03/S&P-LB.3-Gugatan/IX/2023
29 September 2023
Gugatan Sederhana, seperti namanya, adalah proses hukum yang lebih sederhana daripada gugatan perdata biasa. Hal ini bertujuan untuk mempercepat penyelesaian perkara dengan prinsip peradilan yang sederhana, cepat, dan dengan biaya yang terjangkau. Gugatan Sederhana juga dirancang untuk mengurangi beban perkara di Mahkamah Agung (MA). Perbedaan utama antara gugatan sederhana dan gugatan perdata biasa adalah nilai kerugian materiil yang dapat diajukan. Dalam gugatan sederhana, nilai maksimum gugatan adalah Rp500 juta, sementara dalam gugatan perdata biasa, tidak ada batasan nilai kerugian materiil yang dapat diajukan.
“Perbedaan utama antara gugatan sederhana dan gugatan perdata biasa adalah nilai kerugian materiil yang dapat diajukan.”
Namun, perlu diperhatikan bahwa pengajuan gugatan sederhana harus mematuhi peraturan dan undang-undang yang berlaku sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung (Parma). Awalnya, gugatan sederhana diatur oleh Perma Nomor 2 tahun 2015, yang kemudian diperbarui dengan Perma Nomor 14 Tahun 2016 untuk perkara perdata agama dan Perma Nomor 4 Tahun 2019 untuk perkara perdata umum.
Salah satu kasus yang dapat menjadi contoh adalah Perkara dengan Nomor 0309/Pdt.G/2017/PA.Pdg. Perkara tersebut dimulai ketika Penggugat ingin membeli rumah di Padang, Sumatera Barat, senilai Rp240 juta. Namun, Penggugat hanya memiliki uang sebesar Rp110 juta, dan ia berencana menggunakan fasilitas kredit sebesar Rp130 juta. Pada tanggal 29 September 2015, Penggugat menyetorkan Rp34 juta kepada pihak Tergugat, dan kemudian Tergugat meminta Penggugat untuk menandatangani aplikasi pembukaan rekening dan slip setoran sejumlah Rp100 ribu.
“Gugatan tersebut menunjukkan bahwa tergugat tidak mencatat uang yang telah disetorkan oleh penggugat. Realisasi kredit pembelian rumah penggugat yang tidak jelas dimulai sejak penggugat menyerahkan dana sebesar Rp34 juta pada tergugat pada tanggal 29 September 2015,” demikian isi gugatan tersebut.
Majelis memberikan pertimbangan bahwa antara Penggugat dan Tergugat belum ada Akad Pembiayaan Murabahah. Pada tanggal 29 September 2015, di kantor BSM KCP Siteba, penggugat menyetor uang sejumlah Rp34 juta kepada tergugat (mantan Sales Assistant KCP Siteba), dan penggugat menyetor uang tersebut tidak melalui teller serta tidak mendapatkan validasi dari teller.
Pengadilan menilai, bahwa uang yang disetor oleh Penggugat kepada Tersangka sejumlah Rp34 juta tidak disetorkan oleh Tersangka kepada Tergugat, yang disetor Tersangka hanya Rp100 ribu, sehingga pihak Tergugat tidak pernah menerima uang sejumlah Rp34 juta dari Penggugat. Selain itu, Tergugat telah melaporkan Tersangka dengan dugaan pelaku penggelapan ke Kepolisian Sektor Nanggalo. Majelis menyimpulkan bahwa tindakan Tersangka dalam kapasitasnya sebagai pribadi, bukan sebagai pegawai bank (Tergugat). Meskipun terdapat dua subjek, yaitu sebagai pribadi dan pegawai Tergugat, tindakan yang dilakukan lebih cenderung sebagai subjek pribadi. Oleh karena itu, gugatan tersebut ditolak.
Namun, kasus yang lain seperti Penetapan Nomor 1/Pdt.G.S/2019/PA.Mks memiliki alasan yang berbeda. Pada pokoknya, gugatan ini mengklaim bahwa pihak Tergugat, sebagai nasabah atau kreditur, telah melakukan wanprestasi dan harus membayar utang sejumlah Rp227.209.469 kepada Penggugat, yang merupakan bank atau kreditur.
Sebelum memeriksa substansi perkara, majelis pertama-tama menilai syarat-syarat formil dalam gugatan sederhana, mengacu pada ketentuan yang terdapat dalam Perma Gugatan Sederhana. Hal ini bertujuan untuk menentukan apakah gugatan ini sesuai untuk diproses sebagai gugatan sederhana, atau tidak, berdasarkan syarat-syarat formil, termasuk nilai gugatan, kualitas para pihak, serta kemudahan atau kerumitan dalam proses pembuktian.
Kemudian majelis mengemukakan, bahwa setelah mempertimbangkan gugatan Penggugat, meskipun nilai gugatan dan kualitas para pihak telah memenuhi ketentuan Pasal 11 ayat (1) Perma Nomor 2 Tahun 2015, namun karena materi gugatan ini melibatkan dua akad bukan satu akad saja, sehingga dalam gugatan ini terjadi akad ganda. Oleh karena itu, majelis berpendapat bahwa proses pembuktian kedua akad tersebut, serta fakta-fakta lain yang terkait dengan wanprestasi dan nilai utang yang harus dibayar oleh pihak Tergugat kepada Penggugat, tidak dapat dianggap sebagai hal yang sederhana. Sebagai hasilnya, syarat formil lainnya, yaitu sederhananya proses pembuktian sesuai dengan ketentuan Pasal 11 ayat (2) Perma, tidak terpenuhi.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, pengadilan menyimpulkan bahwa gugatan Penggugat bukanlah gugatan sederhana, sehingga seharusnya diajukan sebagai gugatan biasa. Sesuai dengan ketentuan Pasal 11 ayat (3) Perma, Panitera Pengadilan Agama Makassar diminta untuk mencoret gugatan tersebut dari daftar gugatan sederhana dan mengembalikan sisa biaya perkara. Ini karena materi gugatan tidak hanya mempersoalkan satu akad, melainkan dua akad, sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai gugatan sederhana.
Beberapa Pasal Penting dalam Perma Gugatan Sederhana
Dalam Perma Gugatan Sederhana, terdapat beberapa pasal penting yang harus diperhatikan:
Pasal-pasal di atas adalah dua ketentuan penting dalam Perma Gugatan Sederhana yang berkaitan dengan penilaian sederhananya perkara, kewenangan hakim, dan persyaratan pengajuan gugatan sederhana terkait lokasi penggugat.
Berdasarkan pertimbangan ini, apabila materi gugatan tidak hanya mempersoalkan satu akad, melainkan dua akad, maka gugatan tersebut tidak dapat dianggap sebagai gugatan sederhana. Oleh karena itu, gugatan seharusnya diajukan sebagai gugatan biasa. Sesuai dengan ketentuan Pasal 11 ayat (3) Perma, Panitera Pengadilan Agama Makassar diminta untuk mencoret gugatan tersebut dari daftar gugatan sederhana dan mengembalikan sisa biaya perkara.
Demikianlah, peraturan dalam Perma Gugatan Sederhana memastikan bahwa proses hukum yang sesuai dapat diterapkan sesuai dengan kompleksitas perkara yang dihadapi, sehingga keadilan dapat ditegakkan dengan baik.
Bukan Kuasa Insidentil
Penetapan Nomor 4/Pdt.G.S/2020/PA.Dmk juga mengandung informasi yang menarik. Pokok perkaranya adalah bahwa pada tanggal 16 Juli 2019, terjadi perjanjian pembiayaan dengan menggunakan akad Murabahah antara Pemohon Eksekusi dan Termohon Eksekusi, yang bertujuan untuk modal usaha Termohon Eksekusi. Perjanjian tersebut mencakup harga beli sebesar Rp30 juta dan harga jual sebesar Rp.47.268.000. Termohon Eksekusi setuju untuk mengembalikan dana tersebut dengan cara membayar angsuran bulanan sebesar Rp1.313.000 selama 36 bulan.
Untuk menjamin pelaksanaan perjanjian pembiayaan ini, pihak-pihak telah membuat Surat Kuasa untuk Memberikan Hak Tanggungan (SKMHT) yang mengamankan jaminan pembiayaan. Jaminan tersebut berupa Sertifikat Hak Milik Nomor 588 dengan luas 199 m2 atas nama Tergugat, yang terletak di Kelurahan Rejosari, Kecamatan Karangawen, Kabupaten Demak. Namun, Termohon Eksekusi telah melakukan wanprestasi dengan tidak melanjutkan pembayaran angsuran sesuai yang telah disepakati sejak bulan Desember 2019.
Majelis juga melakukan pemeriksaan awal dan menemukan bahwa alamat Penggugat berada di Sendangguwo Selatan RT 05 RW 01, Kelurahan Sendangguwo, Semarang, sedangkan alamat Tergugat berada di Tlogorejo RT 3 RW 13, Karangawen, Kabupaten Demak.
Salah satu alasan penolakan gugatan sederhana adalah ketika Penggugat tidak menunjuk kuasa, kuasa insidentil, atau wakil yang beralamat di wilayah hukum terkait. Berdasarkan Pasal 4 huruf (3a) Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 2019, maka Penggugat seharusnya mematuhi ketentuan tersebut dengan menunjuk kuasa, kuasa insidentil, atau wakil yang memiliki alamat di wilayah hukum Pengadilan Agama Demak sebagai syarat agar gugatan tersebut dapat dianggap sebagai gugatan sederhana.
Hasil pemeriksaan awal menyimpulkan bahwa gugatan sederhana dengan Nomor 4/Pdt.G.5/2020/PA.Dmk tidak memenuhi syarat gugatan sederhana. Oleh karena itu, berdasarkan ketentuan Pasal 111 ayat (3) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015, gugatan Penggugat tersebut tidak dapat diterima (Niet Ontvanke1ijke Verk1aard).
Putusan Nomor 0309/Pdt G/2017/PA.Pdg – Pertimbangan Majelis Putusan
Dalam perkara ini, Penggugat merupakan nasabah Tergugat, yang pada tanggal 29 September 2015 berada di sebuah ruangan karyawan Bank KCP Siteba. Meskipun berada di sana, Tindakan yang dilakukan oleh Tersangka (mantan Sales Assistant KCP Siteba) pada saat itu bukanlah sebagai wakil Bank KCP Siteba (Tergugat), tetapi lebih merupakan tindakan secara pribadi.
Tersangka telah melekat uang sejumlah Rp. 34 juta yang kemudian disetorkan kepada Tergugat. Namun, perlu dicatat bahwa penyetoran tersebut tidak melalui mekanisme yang seharusnya, yaitu “Penyetoran secara tunai, pp:1000” dan pemindahbukuan, atau melalui warkat bank lain. Penyetoran dilakukan melalui counter teller, dan bukti setoran yang sudah diproses transaksinya diberikan validasi dan paraf teller, yang berfungsi sebagai bukti bahwa transaksi tersebut telah dibukukan di dalam sistem perbankan.
Berikut Gugatan Sederhana yang Diterima
1. Nomor Perkara: 01/PDT.G.S/2016/PN.JKT.SEL
Duduk Perkara dan Pertimbangan Majelis:
Tergugat telah melakukan perbuatan wanprestasi dengan bukti yang cukup. Tergugat terbukti melakukan pernyataan setuju untuk menjual sebuah unit apartemen di Taman Rasuna, Jakarta Selatan, kepada Penggugat dengan klausula bahwa Penggugat akan membantu Tergugat dalam menjual apartemen tersebut sebagai broker atau perantara.
Meskipun telah dihukum untuk membayar komisi sebesar Rp. 62.500.000,- sesuai dengan kesepakatan, Tergugat tidak membayar komisi tersebut. Selain itu, bukti lain dan keterangan saksi DS menunjukkan bahwa Penggugat telah membantu Tergugat dalam menjual apartemen tersebut.
Dengan demikian, bukti-bukti tersebut menguatkan bahwa Penggugat adalah perantara yang membantu Tergugat dalam menjual unit apartemen, dan Tergugat telah melakukan wanprestasi dengan tidak membayar komisi yang telah diperjanjikan sebesar Rp. 62.500.000,- serta bunga moratoir sebesar Rp. 5.937.500,-.
2. 01/PDT G.S/2017/PN.MON
Duduk Perkara dan Pertimbangan Majelis:
Tergugat telah melakukan wanprestasi dengan terlambat melunasi utang pinjaman uang dari Pokok kepada Penggugat sebesar Rp. 55.000.000,-. Meskipun telah diperingatkan, Tergugat tidak membayar utang pokok sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Tergugat juga telah membantu sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dan iming-iming palsu, sehingga mengakibatkan Penggugat mengalami kerugian finansial. Oleh karena itu, Penggugat berhak untuk mendapatkan penggantian rugi dan bunga atas keterlambatan pembayaran.
Besaran bunga yang dikenakan atas utang keterlambatan adalah sebesar 6% per tahun, sesuai dengan ketentuan Pasal 1239 KUH Perdata jo Lembaran Negara Nomor 22 tahun 1940. Dengan demikian, Tergugat dihukum untuk membayar utang pokok sebesar Rp. 55.000.000,-, penggantian rugi, dan bunga sebesar 6% per tahun sejak gugatan diajukan hingga putusan ini diucapkan.
3. 345/Pdt.G.S/2018/PN Smd
Duduk Perkara dan Pertimbangan Majelis:
Gugatan diajukan oleh seorang Penggugat yang bertempat tinggal di area yang terkena dampak pembangunan waduk Jatigede. Penggugat meminta agar masuk dalam daftar orang yang berhak menerima ganti rugi sesuai dengan Pasal 11 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan sebagai akibat dari pembangunan Waduk Penanganan Dampak Jatigede.
Penggugat berpendapat bahwa Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan tidak menyerahkan uang santunan atau ganti rugi yang seharusnya diberikan kepada Penggugat. Penggugat menuntut Tergugat untuk membayar ganti rugi sebesar Rp. 29.360.192,00 sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Dengan demikian, majelis mempertimbangkan bahwa Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan tidak memberikan uang santunan atau ganti rugi kepada Penggugat sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Oleh karena itu, Tergugat dihukum untuk membayar ganti rugi sebesar Rp. 29.360.192,00 kepada Penggugat. ***
Dasar Hukum
– Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana
– Peraturan Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelesaian Ekonomi Syariah
– Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Mahkamah Agama Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesain Gugatan Sederhana
Disclaimer
Seluruh isi data dan informasi dalam Legal Brief ini merupakan kompilasi dari sumber-sumber terpercaya. Legal Brief ini tidak dimaksudkan dan tidak seharusnya dianggap sebagai nasihat atau opini hukum. Tidak disarankan mengambil tindakan berdasarkan informasi yang ada pada layanan ini tanpa mencari layanan profesional terlebih dahulu.
Penutup
Jika Anda memiliki pertanyaan atau memerlukan lebih lanjut konsultasi mengenai legal brief ini, silakan menghubungi kami di:
– Timoty Ezra Simanjuntak, S.H., M.H., IPC., CPM., CRA., CLA., CCCS. – Founder and Managing Partner
ezra@splawoffice.co.id
– Ahmad Zaim Yunus, S.H. – Associate
info.simanjuntakandpartners@gmail.com