S&P Law Office

Hukum Pertanahan – Seri 1 SERTIFIKAT TANAH

S&P Law Office - Legal Brief

Hukum Pertanahan – Seri 1
SERTIFIKAT TANAH

Tanggal : 07 – 12 – 2022
Legal Brief : 04/S&P-LB.4-Tanah/XII/2022

Dasar Hukum :

1. Pasal 32 ayat (1) PP 24/1997
2. Pasal 32 ayat (2) PP 24/1997
3. PP 10 Tahun 1961
4. Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA
5. Pasal 1 Angka 2 Permen ATR/BPN No 6 tahun 2018
6. Pasal 4 Permen ATR/BPN No 6 tahun 2018

I. Sertipikat Sebagai Tanda Bukti Hak
Bahwa Pasal 32 ayat 1 PP 24/1997 berbunyi sebagai berikut :
“sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan”.

Bahwa data fisik maupun data yuridis yang tercantum dalam sertipikat harus sesuai dengan data yang tercantum dalam buku tanah dan surat ukur. karena data itu diambíl dari buku tanah dan surat ukur tersebut. Kebenaran yang terkandung dalam sertipikat tersebut harus diterima baik dalam melakukan perbuatan hukum seharihari maupun dalam perkara di pengadilan (Boedi Harsono, 1997: 431).

Bahwa Pasal 32 ayat 2 PP 24/1997 berbunyi sebagai berikut :

“Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertifikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertifikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat tersebut”.

II. Penerapan dan Kaitan rechtsverwerking (pelepasan hak) dalam hal Pendaftaran Tanah

Adapun syarat yang ditetapkan telah terjadinya rechtsverwerking (pelepasan hak) pada pasał tersebut itu tidaklah mudah, karena :

1. Sertipikat itu harus diterbitkan secara sah, artinya dibuat dałam ketentuan yang berlaku untuk itu.

2. Perolehan hak atas tanah yang disebutkan dalam sertipikat itu dilakukan dengan itikad baik. Dałam prinsip umum, itikad baik itu dianggap ada pada setiap orang, sedangkan itikad buruk haruslah dibuktikan. Beban pembuktian ada pada pihak yang merasa mempunyai hak atas tanah tersebut. Dałam hukum adat, itikad baik iłu misalnya dałam jual beli tanah, haruslah memenuhi syarat tunai dan terang. Tunai artinya ada barang dan ada pula uang sebagai harganya, sedangkan terang tidak takut diketahui oleh orang lain atau dilakukan dihadapan kepala adat. Dałam rangka pendaftaran tanah harus dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk dibuatkan Akta Jual Belinya (AJB), kemudian didaftarkan di Kantor Pendaftaran Tanah.

3. Tanah yang disebutkan dałam sertipikat itu dikuasai secara nyata oleh pemegang haknya.

Sehingga timbul pertanyaan sebagai berikut :

• Apakah pihak yang namanya tercantum dałam sertipikat harus tinggal atau di atas tanah tersebut?
• Bagaimana kalau tanah tersebut disewakan atau ditempati oleh pihak lain atas izin pemegang hak?
• Atau secara cukup dipelihara dan dijaga saja?

4. Selama 5 (lima) tahun sejak sertipikat dikeluarkan, yang merasa berhak, telah tidak mengajukan keberatan secara tertulis baik kepada pemegang hak Kantor Pertanahan setempat maupun kepada Pengadilan mengenai penguasaan tanah dan sertipikat tersebut.

Timbul berbagai pertanyaan sebagai berikut :

• Bagaimana bila sesudah sertipikat tersebut terdaftar atas nama pemegang hak pertama telah beberap kali dipindahtangankan dan ternyata dalam salah satu transaksinya terdapat penipuan?
• Apakah pemegang hak atas tanah yang terakhir juga dilindungi, bila terdaftar sebagai pemegang hak dalam jangka waktu 5 tahun?
• Apakah pemegang hak tanggungan baru dapat dengan aman menggunakan bidang tanah untuk jaminan utang setelah tanah tersebut didaftar 5 tahun atas nama pemberi Hak Tanggungan.

Dengan terpenuhi keempat syarat tersebut di atas, barulah terjadi rechtsverwerking (pelepasan hak).

III. Asas Nemo Plus Yuris & Asas Kepemilikan dalam Pemisahan Horizontal

Asas Nemo Plus Yuris
Dengan adanya asas nemo plusyuris ini yang artinya orang tidak dapat dibenarkan melakukan perbuatan melebihi apa yang menjadi haknya. Asas ini selain mengandung pembatasan, juga memuat kehati-hatian dalam melakukan suatu perbuatan hukum yang berakibat fatal bila terjadi sebaliknya.
Karena itu baik dalam PP No. 10 Tahun 1961 maupun dalam PP No. 24 Tahun 1997, tentang Pendaftaran Tanah, asas tersebut dianut dengan mengemukakan suatu prinsip yang dimuat dalam penjelasannya dengan pernyataan bahwa pendaftaran, tidaklah dimaksudkan orang yang tak berhak menjadi berhak.

Asas Kepemilikan dalam Pemisahan Horizontal
Dengan dimungkinkannya seorang warga masyarakat hukum adat dapat memiliki tanah di atas tanah milik bersama melalui kepemilikan pepohonan, maka dapat pula asas ini dimanfaatkan untuk semakin melemahkan publikasi negatif dalam Pendaftaran tanah.
Kedua asas tersebut di atas dapat dijadikan alasan pembuat undang undang untuk membatasi atau mencegah upaya pelemahan sistem publikasi negatif dalam pendaftaran tanah.

IV. Penerbitan Sertipikat
Menurut PP 24/1997, Sertipikat Tanah adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud Pasał 19 ayat 2 huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dałam buku tanah yang bersangkutan.

Dałam pendaftaran tanah untuk pertama kali ini menurut UU No. 20 Tahun 2000, tentang Perubahan atas UU No. 21 tahun 1997, tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Pasal 11 ayat (2), yang menyatakan bahwa bagi pihak yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan dikenakan pajak (BPHTB) dan harus dilunasi pada saat perolehannya.

Dałam rangka pelaksanaan program percepatan PTSL, pengumuman tersebut dilakukan selama 14 hari kalender di kantor Panitia Ajudikasi PTSL dan Kantor Kepala Desa/Kelurahan.

Bahwa menurut PP 10/1961, Sertipikat adalah salinan buku tanah dan surat ukur yang dijahit menjadi satu bersama-sama dengan suatu kertas sampul yang bentuknya ditetapkan oleh Menteri Agraria Jadinya isinya sertipikat iłu adalah salinan buku tanah, surat ukur, dan kertas sampul.

Dałam rangka pelaksanaan PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap), penerima sertipikat hak tanah tidak atau belum mampu membayar BPHTB tetap dapat diterbitkan sertipikat hak atas tanahnya, akan tetapi yang bersangkutan harus membuat surat pernyataan BPHTB terhutang.

V. Disclaimer
Seluruh isi data dan informasi dalam Legal Brief ini merupakan kompilasi dari sumber-sumber terpercaya. Legal Brief ini tidak dimaksudkan dan tidak seharusnya dianggap sebagai nasihat atau opini hukum. Tidak disarankan mengambil tindakan berdasarkan informasi yang ada pada layanan ini tanpa mencari layanan profesional terlebih dahulu.

VI. Penutup
Jika Anda memiliki pertanyaan atau memerlukan lebih lanjut konsultasi mengenai legal brief ini, silakan menghubungi kami di :
• Timoty Ezra Simanjuntak – Managing Partner – ezra@splawoffice.co.id
• Jokki Situmeang – Senior Associate – jokki@splawoffice.co.id
• Yudea Pasaribu – Associate – yudea@splawoffice.co.id
• Website : www.splawoffice.co.id
• Instagram : simanjuntaklaw

About S&P Law Office

S&P are passionate about helping our clients through some of their most challenging situations. We take a practical approach to your case, and talk with you like a real person. With each and every client, we aim to not only meet, but to exceed your expectations.

Recent Post