Merek adalah indentitas dari satu produk yang membedakan produk satu dengan lainnya. Saking pentingnya, sering kali kita mendengar kasus sengketa merek. Sengketa tersebut terjadi karena satu pihak menilai pihak lain melakukan pelanggaran merek dagang terhadap merek milik mereka.
Pelanggaran merek dagang merupakan sebuah bentuk pelanggaran hak eksklusif yang melekat pada sebuah merek dagang tanpa persetujuan dari pemilik merek dagang atau pemegang lisensi. Secara singkat, penggunaan merek dagang yang tidak sah akan berpotensi menimbulkan sengketa merek.
Baik di Indonesia maupun di luar negeri, banyak terjadi kasus-kasus semacam itu yang menyita perhatian publik. Bahkan tidak jarang sengketa terjadi antara perusahaan dalam negeri dengan merek dagang Internasional yang dimiliki oleh perusahaan di luar negeri.
Kasus Sengketa Merek di Indonesia
DC Comics VS Wafer Superman
Kasus sengketa merek merek ini terjadi antara PT Marxing Farm Makmur yang mempunyai produk Wafer Superman dengan rumah produksi komik asal Amerika Serikat, DC Comics. Tentu saja sengketa ini terjadi karena “Superman” dalam wafer Superman dianggap sangat identik dengan salah satu superhero ciptaan DC Comics dengan nama yang sama.
PT Marxing Fam Makmur sendiri telah mendaftarkan merek dagang wafer Superman sejak tahun 1993. Namun, baru pada bulan April 2018, DC Comics secara resmi melayangkan gugatan terhadap PT Marxing Fam Makmur ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
Gugatan tersebut sebagai upaya agar Ditjen Haki Kementerian Hukum dan HAM membatalkan merek wafer Superman di Indonesia. Namun, dalam keterangan yang dimuat situs resmi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, gugatan yang dilayangkan DC Comics tidak dapat diterima.
Tak patah arang, DC Comics lalu membawa sengketa ini ke tingkat Mahkamah Agung. Namun lagi-lagi mereka harus menelan pil pahit setelah dalam sidang bertanggal 21 Desember 2018, banding yang dilayangkan ditolak karena dianggap kabur dan tak jelas.
GOTO vs GoTo
Pada pada 17 Mei 2021 Tokopedia dan Gojek (PT Aplikasi Karya Anak Bangsa) melakukan merger dengan membentuk GoTo atau PT GoTo Gojek Tokopedia. Tak berselang lama, muncul gugatan yang dilayangkan oleh PT Terbit Financial Technology (TFT).
TFT melakukan gugatan pada CEO Tokopedia dan Gojek atas kasus sengketa merek GoTo. Keduanya dituntut untuk memberikan uang ganti rugi kurang lebih sebesar Rp 2 triliun. Namun, setelah diproses secara hukum, gugatan tersebut secara resmi ditolak oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
Unilever Vs Orang Tua
Kasus ini berawal ketika Orang Tua menggugat Unilever ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Orang Tua yang telah mendaftarkan merek Formula Strong menganggap bahwa merek “STRONG” milik Uniliver memiliki kesamaan dengan merek mereka.
Pada pengadilan tingkat pertama, gugatan dimenangkan oleh Orang Tua. Hal itu membuat Unilever mengajukan permohonan kasasi. Pada tingkatan kasasi, Mahkamah Agung memenangkan Unilever yang dituangkan dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 332 K/Pdt.Sus-HKI/2021.
Gudang Garam Vs Gudang Baru
Pada 22 Maret 2021, PT Gudang Garam Tbk (GGRM) secara resmi kembali melayangkan gugatan kepada perusahaan rokok Gudang Baru terkait kasus sengketa merek. Gugatan ini dilayangkan salah satu emiten raksasa tersebut kepada Ali Khosin, pemilik Gudang Baru.
Sebelumnya, GGRM juga pernah melayangkan gugatan kepada Ali Khosin pada 29 Mei 2013 lalu sengketa masalah merek di Pengadilan Negeri Surabaya. Kala itu, Gudang Garam dinyatakan menang baik secara pidana maupun secara perdata oleh Mahkamah Agung. Pihak tergugat yakni Ali Khosin yang juga kalah secara perdata, dihukum 10 bulan kurungan dalam kasus pidana merek itu.
Sengketa Merek di Luar Negeri
Starbucks Vs Freddocino
Pada bulan Januari 2016, Starbucks mengajukan gugatan terhadap perusahaan induk Coffee Culture Cafe di New York setelah mengeluarkan produk minuman yang dilabeli “Freddocino”. Mereka menganggap produk tersebut menyebabkan “kebingungan di pasar” dan mengurangi “ekuitas merek Starbucks.”
Starbucks yang memang memiliki merek dagang untuk Frappucino, juga menuduh bahwa Coffee Culture dengan sengaja membuat kemasan yang bertujuan menipu sehingga membuat istilah “Freddocino” nampak sebagai merek dagang.
Adidas Vs Forever21
Adidas mengajukan gugatan terhadap pengecer fashion Forever21 yang dianggap memasarkan produk yang memuat desain “tiga garis” yang diklaim Adidas sebagai “produk palsu.” Adidas mengungkapkan bahwa mereka telah menginvestasikan jutaan dollar untuk membangun dan melindungi desain tiga garis sebagai komponen merek dagang dari merek mereka.
Mengingat kesamaan produk dan saluran distribusi Forever21 dan Adidas, Forever21 mungkin dapat menghindari gugatan ini dengan melakukan evaluasi terhadap desain terbaru mereka yang bersinggungan dengan produk dan merek dagang Adidas.
Louis Vuitton Vs Louis Vuitton Dak
Kasus sengketa merek tidak hanya terjadi dalam satu domain bisnis yang sama. Kasus antara Louis Vuitton dan Louis Vuitton Dak ini adalah salah satu contoh dari sengketa dalam domain bisnis yang berbeda. Louis Vuiton Dak adalah restoran ayam goreng Korea Selatan, sedang Louis Vuitton merupakan merek desainer terkemuka.
Pengadilan memutuskan kasus tersebut dimenangkan oleh Louis Vuitton, dengan menyimpulkan bahwa nama restoran tersebut terlalu mirip dengan nama merek Louis Vuitton. Selain itu, logo dan kemasan restoran sangat mirip dengan citra ikonik dari Louis Vuitton.
Singkat cerita, restoran tersebut kemudian mengubah namanya menjadi LOUISVUI TONDAK yang kembali didenda dengan denda $ 14,5 juta karena dianggap tidak patuh terhadap keputusan hukum.
3M Vs 3N
3M memenangkan gugatan terhadap Changzhou Huawei Advanced Material Co Ltd untuk penggunaan. Dasar dari kemenangan 3M adalah kesimpulan hakim yang menyatakan bahwa meskipun ada beberapa perbedaan dalam produk dan harga, kemasyhuran merek 3M dan fakta bahwa 3N telah berhasil memperoleh klien dan pangsa pasar dengan menggunakan merek serupa dianggap sebagai sebuah bentuk pelanggaran.
Zara Food Vs Zara Fashion
Ini adalah contoh sengketa lain yang terjadi antara industri makanan dengan perusahaan fashion. Kedua belah pihak memakai sebuah nama merek yang sama, Zara. Gugatan dilayangkan oleh merek fashion terkenal yang telah beroperasi di seluruh dunia tersebut setelah menemukan sebuah restoran di Delhi dengan nama yang sama.
Restoran tersebut dianggap membingungkan konsumen. Pada akhirnya, pengdilan di Delhi memenangkan Zara fashion sehingga restoran tersebut terpaksa mengubah namanya dan sekarang beroperasi dengan nama Tapas Bar.
Kesimpulannya, setiap bisnis harus memahami konsekuensi dari pelanggaran merek dagang yang menghambat pertumbuhan bisnis tersebut. Opsi terbaik adalah menyerahkan urusan tersebut pada profesional yang beroperasi di ruang hukum untuk meminimalisir potensi kasus sengketa merek.
Simanjuntak Law & Patners siap membantu Anda untuk menangani semua kebutuhan terkait merek dagang. Bekerja dengan profesional berpengalaman seperti Simanjuntak Law & Patners membantu Anda memahami potensi risiko sebelum mendaftarkan sebuah merek potensial, serta opsi untuk meminimalkan potensi risiko tersebut. Ikuti @simanjuntaklaw di Instagram untuk mendapatkan bantuan lebih lanjut.