Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang kemudian diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, menegaskan bahwa pengadilan tidak diperbolehkan untuk mengeluarkan putusan penyitaan barang yang bukan milik terdakwa dalam kasus korupsi jika pihak ketiga terkait bertindak dengan itikad baik dan mengalami kerugian. Namun, jika putusan tersebut juga mencakup penyitaan barang milik pihak ketiga, maka pihak ketiga yang terkena dampak dapat mengajukan keberatan terhadap putusan tersebut dalam bentuk surat ke pengadilan terkait dalam waktu dua hari sejak putusan tersebut diumumkan. Hal ini sesuai dengan Pasal 43 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
Untuk menangani kekurangan hukum positif dalam kasus keberatan pihak ketiga terhadap putusan perampasan barang bukan kepunyaan terdakwa dalam perkara tindak pidana korupsi, Mahkamah Agung (MA) telah mengeluarkan Peraturan No. 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelesaian Keberatan Pihak Ketiga yang Beriktikad Baik Terhadap Putusan Perampasan Barang Bukan Kepunyaan Terdakwa Dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi (PerMA 2/2022). Selain itu, MA juga telah meluncurkan aplikasi administrasi perkara berbasis online sebagai implementasi Peraturan MA No. 3 Tahun 2018.
Dalam mengatasi kekurangan hukum positif, peran kekuasaan yudisial sangat dibutuhkan. Hakim dapat menggali nilai-nilai keadilan di masyarakat sehingga apabila peraturan perundang-undangan tidak mampu memenuhi rasa keadilan di tengah-tengah masyarakat, maka peran hakim adalah mengembalikan rasa keadilan tersebut. Pelaksanaan dan perkembangan peraturan perundang-undangan terjadi melalui peradilan dengan putusan hakim.
Pembaruan substansi hukum dalam konteks ini, khususnya hukum tidak tertulis, dilakukan melalui mekanisme penemuan hukum sebagaimana yang ditetapkan oleh ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan bahwa hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Artikel ini memberikan gambaran singkat tentang berbagai aspek dalam kerangka hukum, terutama yang terkait dengan:
1. Pengajuan Keberatan
Proses di mana individu atau organisasi dapat menyampaikan keberatan mereka terhadap suatu keputusan atau tindakan yang diambil, memberikan suara pada ketidaksetujuan mereka.
2. Upaya Hukum
Langkah-langkah yang dapat diambil oleh individu atau pihak terkait untuk mencari keadilan dalam sistem hukum, termasuk pengajuan gugatan atau banding untuk menyelesaikan sengketa atau ketidaksetujuan.
3. Pelaksanaan Penetapan Pengadilan
Implementasi keputusan yang dikeluarkan oleh pengadilan setelah proses hukum selesai, termasuk eksekusi putusan dan penegakan hukum terhadap keputusan tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
4. Pengajuan Keberatan
Sebelum memperinci prosedur pengajuan Keberatan, lebih baik memberikan penjelasan mengenai beberapa bidang terkait dengan prosedur tersebut, seperti yang diuraikan dalam tabel berikut:
Upaya Hukum
Berdasarkan Penetapan di atas, pihak-pihak yang terlibat memiliki waktu 14 hari sejak Penetapan diumumkan di masyarakat atau setelah pihak yang tidak hadir diberitahukan tentang isinya untuk mengajukan kasasi. Namun, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2022 secara spesifik menyebutkan bahwa kasasi hanya dapat diajukan sekali. Selain itu, kasasi harus disertai dengan memori kasasi dan pernyataan terkait. Secara singkat, pengajuan kasasi harus diselesaikan sesuai dengan prosedur berikut:
Pelaksanaan Penetapan Pengadilan
Pada pelaksanaan penetapan pengadilan, pelaksana yang bersangkutan harus melaksanakannya dalam waktu 30 hari setelah penetapan tersebut memiliki kekuatan hukum tetap. Setelah itu, pelaksana harus menyusun berita acara pelaksanaan penetapan yang ditandatangani oleh pelaksana, pemohon, dan termohon. Berita acara tersebut harus disampaikan ke Ketua Pengadilan terkait dalam waktu lima hari setelah pelaksanaan. Jika penetapan mengabulkan keberatan terkait barang sitaan yang dieksekusi, salinan penetapan atau putusan harus diserahkan kepada Kementerian Keuangan. Kementerian Keuangan wajib melaksanakan penetapan atau putusan tersebut dalam waktu 30 hari. Peraturan ini, yang mulai berlaku sejak 30 Juli 2022, mengatur prosedur tersebut.
Disclaimer
Seluruh isi data dan informasi dalam Legal Brief ini merupakan kompilasi dari sumber-sumber terpercaya. Legal Brief ini tidak dimaksudkan dan tidak seharusnya dianggap sebagai nasihat atau opini hukum. Tidak disarankan mengambil tindakan berdasarkan informasi yang ada pada layanan ini tanpa mencari layanan profesional terlebih dahulu.
Dasar Hukum
- Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang kemudian diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
- Pasal 43 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
- Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelesaian Keberatan Pihak Ketiga yang Beriktikad Baik Terhadap Putusan Perampasan Barang Bukan Kepunyaan Terdakwa Dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi (PerMA 2/2022).
- Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Penutup
Jika Anda memiliki pertanyaan atau memerlukan lebih lanjut konsultasi mengenai legal brief ini, silakan menghubungi kami di:
- Timoty Ezra Simanjuntak, SH.MH.IPC.CPM.CRA.CLA.CCCS. – Founder and Managing Partner – ezra@simanjuntaklaw.co.id
Jokki Obi Mesa Situmeang – Senior Associate – office@simanjuntaklaw.co.id / info.simanjuntakandpartners@gmail.com