S&P Law Office

Pembatalan Perjanjian Berdasarkan Klausul Perjanjian

S&P Law Office - Legal Brief

Mengakhiri perjanjian secara sepihak tanpa alasan yang sah adalah tindakan yang bertentangan dengan hukum. Prinsip ini sudah menjadi landasan tetap dalam yurisprudensi hukum. Akan tetapi, ada situasi di mana pengakhiran perjanjian secara sepihak dapat dianggap sah. Bagaimana bisa? Jika mengacu pada yurisprudensi, ada dua keadaan yang memang secara hukum sah dalam memutuskan perkara secara sepihak.

Pengertian Pengakhiran Perjanjian Secara Sepihak

Pengakhiran perjanjian secara sepihak merujuk pada tindakan di mana salah satu pihak menghentikan perjanjian sebelum masa atau jangka waktu yang telah disepakati tanpa alasan yang sah. Praktik ini dianggap sebagai tindakan yang melanggar hukum, dan dapat menjadi dasar bagi pihak lain untuk mengajukan gugatan di pengadilan. Namun, ada situasi di mana pengakhiran perjanjian secara sepihak dapat dijustifikasi, seperti ketika terdapat klausul dalam perjanjian yang mengizinkan salah satu pihak untuk mengakhiri perjanjian secara sepihak atau jika undang-undang mengatur alasan-alasan tertentu yang membenarkan pengakhiran perjanjian secara sepihak. Oleh karena itu, sebelum memutuskan untuk mengakhiri perjanjian dengan cara ini, baik pihak pembeli maupun penjual harus melakukan pertimbangan yang matang dan memastikan bahwa tindakan tersebut sesuai dengan alasan yang sah atau ketentuan dalam perjanjian.

Alasan Yang Sah Harus Digunakan Sebagai Pembatalan Perjanjian Secara Sepihak

Lalu apa saja itu? Pertama, jika dalam perjanjian tersebut terdapat klausul yang memberikan izin kepada salah satu pihak untuk mengakhiri perjanjian dengan cara ini. Kedua, pengakhiran perjanjian secara sepihak juga dapat diterima jika terdapat alasan-alasan yang diatur oleh undang-undang yang mendukung tindakan tersebut. Misalnya, jika terdapat cacat tersembunyi pada barang yang dibeli, undang-undang dapat mengizinkan pengakhiran perjanjian.

Namun, jika tidak ada alasan yang sah untuk mengakhiri perjanjian secara sepihak, tindakan tersebut dianggap melanggar hukum dan perjanjian tidak hanya mengikat hal-hal yang secara eksplisit diatur di dalamnya, namun hal-hal yang secara alami harus menjadi bagian dari perjanjian. Hal ini dikarenakan berdasarkan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”), diatur bahwa semua persetujuan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, kami kutip sebagai berikut:

  • Pasal 1338 KUH Perdata:

“Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undangundang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.”

 

  • Pasal 1339 KUH Perdata:

“Persetujuan tidak hanya mengikat apa yang dengan tegas ditentukan di dalamnya, melainkan juga segala sesuatu yang menurut sifatnya persetujuan dituntut berdasarkan keadilan, kebiasaan, atau undang-undang.”

Dalam situasi semacam ini, pihak yang melakukan pengakhiran perjanjian sepihak dapat menghadapi sanksi hukum dan harus bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan kepada pihak lain. Oleh karena itu, sebelum memutuskan untuk mengakhiri perjanjian dengan cara ini, baik pembeli maupun penjual harus berhati-hati dan memastikan bahwa tindakan tersebut didasari oleh alasan yang sah atau sesuai dengan klausul dalam perjanjian yang berlaku.

Seperti kasus pengelolaan lahan parkir, misanya. Dalam kasus pengelolaan lahan parkir Stasiun Besar Yogyakarta, pengakhiran perjanjian secara sepihak oleh perusahaan pengelola parkir dianggap sebagai perbuatan melawan hukum oleh pengadilan. Akan tetapi, dalam kasus ini, pengadilan menolak gugatan penggugat dan mengabulkan gugatan rekonvensi yang diajukan oleh PT KAI. Pengadilan berpendapat bahwa penggugatlah yang melakukan wanprestasi karena kelalaian pembayaran tahun kedua sekitar 331 juta rupiah. Oleh karena itu, pengakhiran perjanjian dalam kasus ini tidak dianggap sebagai perbuatan melawan hukum karena penggugat telah melakukan wanprestasi. Namun, perlu diingat bahwa dalam kasus lain, pengakhiran perjanjian secara sepihak tanpa alasan yang sah tetap dianggap sebagai perbuatan melawan hukum dan dapat dikenakan sanksi hukum serta wajib mengganti kerugian yang ditimbulkan kepada pihak lain.

 

Pengakhiran Perjanjian Secara Sepihak Dengan Alasan Yang Tidak Sah Adalah Perbuatan Yang Bertentangan Dengan Hukum

Pada tahun 2018, Mahkamah Agung mengeluarkan keputusan No. 4/Yur/Pdt/2018 yang secara tegas menegaskan bahwa pengakhiran perjanjian secara sepihak merupakan tindakan yang bertentangan dengan hukum. Putusan ini didasarkan pada pandangan yang telah konsisten dianut oleh hakim-hakim sejak tahun 2014 dalam kasus sengketa antara dua perusahaan, yaitu PT. Chuhatsu Indonesia dan PT. Tenang Jaya Sejahtera, yang berhubungan dengan perjanjian tentang pengelolaan limbah. Dalam kasus tersebut, penggugat mengajukan gugatan dengan argumen bahwa tergugat telah membatalkan perjanjian secara sepihak, yang menurut penggugat melanggar ketentuan Pasal 1338 bersamaan dengan Pasal 1339 KUH Perdata. Mahkamah Agung dalam putusannya menyatakan bahwa jika salah satu pihak yang terlibat dalam perjanjian dengan pihak lain memutuskan untuk mengakhiri perjanjian secara sepihak, maka tindakan tersebut dianggap sebagai perbuatan yang melanggar hukum. Oleh karena itu, putusan ini menekankan pentingnya pertimbangan matang sebelum mengakhiri perjanjian secara sepihak, baik dari pihak pembeli maupun penjual, serta pentingnya memastikan bahwa tindakan tersebut didasarkan pada alasan yang sah atau sesuai dengan ketentuan dalam perjanjian yang berlaku.

Pada tahun 2014, Mahkamah Agung mengeluarkan putusan No. 1051 K/Pdt/2014 yang menegaskan bahwa pengakhiran perjanjian secara sepihak adalah tindakan yang melanggar hukum. Keputusan ini berakar dari sengketa antara dua perusahaan, yakni PT. Chuhatsu Indonesia dan PT. Tenang Jaya Sejahtera, yang terlibat dalam perjanjian mengenai pengelolaan limbah. Dalam kasus ini, penggugat mengajukan gugatan karena menganggap bahwa tergugat telah membatalkan perjanjian secara sepihak, yang dianggap melanggar Pasal 1338 bersamaan dengan Pasal 1339 KUH Perdata. Mahkamah Agung dalam putusannya menyatakan bahwa apabila salah satu pihak yang terlibat dalam perjanjian dengan pihak lain mengakhiri perjanjian tersebut secara sepihak, maka tindakan tersebut dianggap sebagai perbuatan yang melanggar hukum.

Pengakhiran perjanjian secara sepihak memang memiliki potensi untuk menimbulkan kerugian bagi pihak lain, terutama jika tindakan tersebut dilakukan tanpa alasan yang sah atau tanpa persetujuan kedua belah pihak. Tindakan seperti ini dianggap sebagai perbuatan melawan hukum karena melanggar prinsip-prinsip dasar dalam hukum perjanjian yang mengharuskan pihak-pihak untuk mematuhi perjanjian yang telah mereka buat.

 

Alasan Hapusnya Perjanjian Dalam KUH Perdata

Dalam Pasal 1381 KUH Perdata, diatur alasan-alasan hapusnya perikatan, kami kutip sebagai berikut:

  • Pasal 1381 KUH Perdata:

“Perikatan hapus:

karena pembayaran;

karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan; karena pembaruan utang;

karena perjumpaan utang atau kompensasi; karena percampuran utang;

karena pembebasan utang;

karena musnahnya barang yang terutang; karena kebatalan atau pembatalan;

karena berlakunya suatu syarat pembatalan, yang diatur dalam Bab I buku ini; dan karena lewat waktu, yang akan diatur dalam suatu bab sendiri.”

Sehingga, Para Pihak harus berhati-hati apabila ingin melakukan pembatalan Perjanjian agar terhindar dari sanksi-sanksi yang dapat diterima. Sebelum melakukan pembatalan, Para Pihak dapat melakukan konsultasi terlebih dahulu kepada Konsultan Hukum yang terpercaya agar pembatalan perjanjian (terutama yang dilakukan secara sepihak) telah sesuai dengan peraturan yang berlaku.


Disclaimer

Seluruh isi data dan informasi dalam Legal Brief ini merupakan kompilasi dari sumber-sumber terpercaya. Legal Brief ini tidak dimaksudkan dan tidak seharusnya dianggap sebagai nasihat atau opini hukum. Tidak disarankan mengambil tindakan berdasarkan informasi yang ada pada layanan ini tanpa mencari layanan profesional terlebih dahulu.


Dasar Hukum

  • Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Penutup

Jika Anda memiliki pertanyaan atau memerlukan lebih lanjut konsultasi mengenai legal brief ini, silakan menghubungi kami di:

About S&P Law Office

S&P are passionate about helping our clients through some of their most challenging situations. We take a practical approach to your case, and talk with you like a real person. With each and every client, we aim to not only meet, but to exceed your expectations.

Recent Post