S&P Law Office

Pembatalan Sertifikat Hak Milik Atas Tanah

S&P Law Office - Legal Brief

DASAR HUKUM:

  1. Pasal 1 angka 12 Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah;

  2. Pasal 12 Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah;

  3. Pasal 1 angka 14 Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan

  4. Pasal 104 ayat (1) Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan;

  5. Pasal 103 Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan;

  6. Pasal 104 ayat (2) Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan;

  7. Pasal 108 Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan;

  8. Pasal 118 Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan;

  9. Pasal 124 Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan;

  10. Pasal 196 Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan;

  11. Pasal 56 ayat (2) Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan;

  12. Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan;

  13. Pasal 55 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara;

  14. Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

1. Pengertian Pembatalan Sertifikat Hak Milik Atas Tanah

Pembatalan sertifikat hak milik atas tanah dalam Pasal 1 angka 12 Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah selanjutnya disebut PMNA/KBPN No. 3 tahun 1999 yaitu:

“Pembatalan keputusan mengenai pemberian suatu hak atas tanah karena keputusan tersebut mengandung cacat hukum dalam penerbitannya atau melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.”

Pembatalan hak atas tanah menurut Pasal 1 angka 14 Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan yaitu:

”Pembatalan hak atas tanah adalah pembatalan keputusan pemberian suatu hak atas tanah atau sertifikat hak atas tanah karena keputusan tersebut mengandung cacat hukum administrasi dalam penerbitannya atau untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.”

Pasal 104

(1) Pembatalan hak atas tanah meliputi pembatalan keputusan pemberian hak, sertifikat hak atas tanah keputusan pemberian hak dalam rangka pengaturan penguasaan tanah.

(2) Pembatalan hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan karena terdapat cacat hukum administrasi dalam penerbitan keputusan pemberian dan/atau sertifikat hak atas tanahnya atau melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Pasal 104 ayat (2) PMNA/KBPN No. 9 tahun 1999 menyebutkan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan karena terdapat cacat hukum administrasi dalam penerbitan keputusan pemberian dan/atau sertifikat hak atas tanahnya atau melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Disebutkan pula di dalam Pasal 12 Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah Negara pembatalan keputusan pemberian hak atas tanah yang telah dikeluarkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya yang terdapat cacat hukum dalam penerbitannya dan pembatalan keputusan pemberian hak atas tanah yang kewenangan pemberiannya dilimpahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya dan kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Propinsi, untuk melaksanakan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.

Pasal 106

(1) Keputusan pembatalan hak atas tanah karena cacat hukum administratif dalam penerbitannya, dapat dilakukan karena permohonan yang berkepentingan atau oleh Pejabat yang berwenang tanpa permohonan;

(2) Permohonan pembatalanhak dapat diajukan atau langsung kepada Menteri atau Pejabat yang ditunjuk atau melalui Kepala Kantor Pertanahan.

Pasal 107

Cacat hukum administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) adalah:

  1. Kesalahan prosedur;
  2. Kesalahan penerapan peraturan perundang-undangan;
  3. Kesalahan subjek hak;
  4. Kesalahan objek hak;
  5. Kesalahan jenis hak;
  6. Kesalahan perhitungan luas;
  7. Terdapat tumpang tindis hak atas tanah;
  8. Data yuridis atau data fisik tidak benar; atau
  9. Kesalahan lainnya yang bersifat hukun administratif.

Pembatalan Sertifikat Hak Atas Tanah merupakan salah tindakan hukum pemerintah dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional sebagai lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan dalam bidang pertanahan sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 dalam rangka menangani dan menyelesaikan kasus pertanahan sehingga dapat memberikan suatu kepastian hukum bagi para pihak yang bersengketa dalam kaitannya dengan penggunaan, pemilikan, penguasaan tanah di Indonesia.

Sertifikat Hak Atas Tanah bukan merupakan tanda bukti kepemilikan yang mutlak, melainkan bersifat kuat, dalam artian bahwa sertifikat sebagai tanda bukti kepemilikan mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat didalam sertifikat sepanjang sesuai dengan yang termuat dalam buku tanah dan surat ukur, sehingga apabila ada pihak yang berkeberatan atas terbitnya Sertifikat Hak Atas Tanah tersebut dapat mengajukan keberatan kepada Badan Pertanahan Nasional untuk dibatalkan atau mengajukan gugatan di Pengadilan.

Pembatalan Sertifikat Hak Atas dikonkretkan dengan membatalkan Sertifikat Hak Atas Tanah sebagai Keputusan Kepala Kantor Pertanahan dilakukan dalam hal:

  1. Adanya cacat hukum dalam penerbitan sertifikat, baik didasarkan adanya permohonan dari pihak yang berkepentingan atau yang dirugikan maupun ditemukan sendiri oleh Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan.;
  2. Adanya putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap yang harus dilaksanakan.

Hal tersebut di atas tercantum di dalam Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999, diterbitkan apabila terdapat cacat hukum administratif dan melaksanakan putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Jadi semua tanah yang termasuk tanah yang telah dilekatkan hak dapat dimohonkan pembatalan apabila terdapat putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap maupun adanya cacat hukum administrasi.

Terhadap Pembatalan Sertifikat Hak Atas Tanah berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap walaupun amar putusannya menyatakan suatu sertifikat hak atas tanah batal, batal demi hukum atau tidak sah, namun Sertifikat Hak Atas tanah tersebut tidak serta merta menjadi batal, melainkan harus dimohonkan pembatalan oleh pihak yang dimenangkan oleh putusan pengadilan yang diperoleh tersebut, karena tindakan pembatalan Sertifikat Hak Atas Tanah merupakan tindakan administrasi pejabat organ pemerintah.

Kewenangan pembatalan sebagaimana dimaksud pada Pasal 56 ayat (2) Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan, meliputi:

  1. Kepala Kantor Pertanahan, dalam hal keputusan konversi/penegasan/pengakuan, pemberian hak, pembatalan hak yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pertanahan;
  2. Kepala Kantor Wilayah BPN, dalam hal keputusan konversi/penegasan/pengakuan, pemberian hak, pembatalan hak yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Wilayah BPN;
  3. Menteri dalam hal keputusan pemberian hak, keputusan pembatalan hak, keputusan penetapan tanah terlantar yang diterbitkan oleh Menteri.

2. Tata Cara Pembatalan Sertifikat Hak Milik Atas Tanah

Tata cara pembatalan sertifikat hak milik atas tanah terbagi atas beberapa bagian, yaitu:

Pembatalan sertifikat karena cacat administrasi

  1. Pembatalan hak atas tanah karena cacat hukum administrasi yang diterbitkan karena permohonan.
    1. Dasar hukum Pasal 108 sampai dengan Pasal 118 PMA/KBPN No. 9 tahun 1999.
    2. Pengajuan permohonan pembatalan diajukan secara tertulis dengan memuat:
  • Keterangan mengenai pemohon baik pemohon perseorangan maupun badan hukum. Keterangan ini disertai foto copy bukti diri yaitu bukti kewarganegaraaan bagi pemohon perorangan dan akta pendirian perusahaan serta perubahannya bila pemohon badan hukum.
  • Keterangan mengenai tanahnya yang meliputi data yuridis dan data fisik tanah yang sedang disengketakan. Data memuat nomor jenis hak, letak, batas, dan luas tanah, jenis penggunaan tanahnya. Keterangan tersebut dilengkapi dengan melampirkan foto copy surat keputusan dan/atau sertifikat hak atas tanah dan surat-surat lain yang diperlukan untuk mendukung permohonan pembatalan hak atas tanah;
  • Permohonan disampaikan kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional melalui Kepala Kantor Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan;
  • Kantor pertanahan selanjutnya akan menyampaikan kepada pihak ke-3 yang berkepentingan (termohon) perihal adanya permohonan pembatalan untuk kemudian diminta tanggapannya dalam waktu satu bulan;
  • Permohonan akan diperiksa dan diteliti substansinya. Bilamana diperlukan Kantor Pertanahan akan melakukan penelitian berkas/warkah dan/atau rekonstruksi atas obyek hak yang disengketakan. Hasil penelitiandituangkan dalam berita acara penelitian data fisik dan data yuridis yang menjadi dasar dalam menjawab permohonan pembatalan;
  • Jawaban atas permohonan pembatalan ini berupa keputusan pembatalan hak atau penolakan pembatalan akan disampaikan kepada pemohon melalui surat tercatat atau dengan cara lain yang menjamin sampainya keputusan kepada yang berhak.
  1. Pembatalan sertifikat hak milik atas tanah karena cacat hukum administrasi yang diterbitkan tanpa adanya permohonan.

Suatu keputusan pemberian hak dan/atau sertifikat hak milik atas tanah diketahui mengandung cacat hukum administrasi sebagaimana diatur dalam Pasal 196 serta ditemukan pelanggaran atas kewajiban pemegang hak sebagaimana diatur dalam Pasal 103 PMNA/KBPN, No. 9 tahun 1999, maka tanpa adanya permohonan pembatalan Kepala Badan Pertanahan Nasional dapat mengeluarkan keputusan pembatalan hak tersebut.

Proses pembatalan sertifikat hak milik atas tanah adalah sebagai berikut:

  • Pembatalan hak atas tanah terlebih dahulu dilakukan penelitian data fisik dan data yuridis terhadap keputusan pemberian hak atass tanah dan/sertifikat hak atas tanah yang diduga terdapat kecacatan;
  • Hasil penelitian kemudian disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) BPN Propinsi dengan menyertakan hasil dari penelitian data fisik dan data yuridis dan telaah/pendapat kantor pertanahan pemeriksa;
  • Bilamana berdasarkan data fisik dan data yuridis yang telah diteliti dinilai telah cukup untuk mengambil keputusan, maka Kepala Kantor Pertanahan menerbitkan keputusan yang berupa pembatalan atau penolakan pembatalan Keputusan yang diambil memuat alasan dan dasar hukumnya;
  • Bilamana kewenangan pembatalan terletak pada Kepala Badan Pertanahan Nasional, maka Kantor Wilayah mengirim hasil penelitian beserta hasil telaah dan pendapatnya.
  • Kepala BPN selanjutnya akan meneliti dan mempertimbangkan telaahan yang ada untuk selanjutnya mengambil kesimpulan dapat atau tidaknya dikeluarkankeputusan pembatalan hak. Bilamana dinilai telah cukup untuk mengambil keputusan, maka Kepala BPN menerbitkan keputusan pembatalan atau penolakan yang disertai alasan-alasannya.
  1. Pembatalan Sertifikat Karena Melaksanakan Putusan Pengadilan. Pembatalan hak atas tanah karena melaksanakan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap harus memenuhi syarat sebagai berikut :
    • Keputusan pembatalan hak atas tanah ini dilaksanakan atas permohonan yang berkepentingan.
    • Putusan pengadilan yang dapat dijadikan dasar untuk mengajukan permohonan adalah putusan yang dalam amarnya meliputi pernyataan batal atau tidak mempunyai kekuatan hukum atau pada intinya sama dengan itu (Pasal 124 ayat (2) PMNA/KBPN 9/1999).
    • Proses pelaksanaan pembatalannya, yaitu :
  2. Permohonan diajukan secara tertulis kepada BPN atau melalui Kantor Wilayah Propinsi atau Kantor Pertanahan setempat;
  3. Setiap satu permohonan disyaratkan hanya memuat untuk satu atau beberapa hak atas tanah tertentu yang letaknya berada dalam satu wilayah kabupaten/kota; dan
  4. Permohonan memuat;
    1. Keterangan pemohon baik pemohon perorangan maupun badan hukum. Keterangan ini disertai foto copy bukti diri yaitu bukti kewarganegaraan bagi pemohon perorangan dan akta pendirian perusahaan serta perubahannya bila pemohon badan hukum.
    2. Keterangan mengenai tanahnya meliputi data yuridis dan data fisik tanah yang sedang di sengketakan. Data memuat nomor dan jenis hak, letak, batas, dan luas.
    3. Tanah, jenis penggunaan tanahnya. Keterangan ini dilengkapi dengan melampirkan surat keputusan dan/atau sertifikat hak milik atas tanah dan suratsurat lain yang diperlukan untuk mendukung pengajuan pembatalan hak atas tanah.
    4. Alasan-alasan mengajukan permohonan pembatalan.
    5. Foto copy putusan pengadilan dari tingkat pertama hingga putusan yang berkekuatan hukum tetap.
    6. Berita acara eksekusi apabila untuk perkara pidana atau perdata.
    7. Surat-surat lain yang berkaitan dengan permohonan pembatalan.
    8. Berdasarkan berkas permohonan dan bukti-bukti pendukung yang telah disampaikan dari Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota/Kanwil BPN Propinsi selanjutnya Kepala Badan Pertanahan Nasional :
  5. Memutuskan permohonan tersebut dengan menerbitkan keputusan pembatalan hak atas tanah.
  6. Memberitahukan bahwa amar putusan pengadilan tidak dapat dilaksanakan disertai pertimbangan dan alasan untuk selanjutnya Kepala BPN meminta fatwa kepada Mahkamah Agung tentang amar putusan pengadilan tidak dapat dilaksanakan tersebut.
  7. Terhadap permohonan baik yang dikabulkan dengan menerbitkan surat keputusan pembatalan hak atas tanah atau penolakan karena amar putusan pengadilan yang tidak dapat dilaksanakan (non executable), disampaikan melalui surat tercatat atau cara lain yang menjamin sampainya.
  8. keputusan/pemberitahuan kepada pihak yang berhak.

Terdapat 3 cara untuk melakukan pembatalan sertifikat hak atas tanah, Pertama meminta pembatalan kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional melalui Kantor Pertanahan.

Kedua, yaitu mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Menurut Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (“UU 30/2014”) Keputusan Tata Usaha Negara (“KTUN”) adalah ketetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Sertifikat hak atas tanah merupakan salah satu bentuk KTUN. Yang juga perlu diperhatikan adalah batas waktu untuk menggugat ke PTUN, yaitu 90 hari sejak diterimanya atau diumumkannya keputusan badan atau pejabat tata usaha negara sebagaimana diatur Pasal 55 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Ketiga, mengajukan gugatan Ke Pengadilan Negeri. Setiap orang yang ingin mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum yang diatur Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dengan dasar dan dalil-dalil yang penggugat pikirkan dan penggugat nilai merugikan, seperti contohnya, seseorang menjual sebidang tanah kepada pembeli dan pembeli tersebut belum membayarkan sepenuhnya kepada penjual, namun sudah mengajukan proses balik nama sertifikat tanah.

About S&P Law Office

S&P are passionate about helping our clients through some of their most challenging situations. We take a practical approach to your case, and talk with you like a real person. With each and every client, we aim to not only meet, but to exceed your expectations.

Recent Post