Dengan mengikatkan diri dalam status perkawinan, hubungan antara laki-laki dan perempuan menjadi sah di mata agama dan negara. Status sang laki-laki berubah menjadi ayah dan status sang perempuan berubah menjadi seorang ibu. Dalam masyarakat sering dikenal paradigma bahwa laki-laki itu adalah pemimpin keluarga dan wajib memberikan nafkah kepada anggota keluarganya, terutama kepada anak. Lantas, bagaimana pengaturan terkait kewajiban ayah untuk memberikan nafkah kepada anak menurut hukum positif di Indonesia?
Orang tua memiliki kewenangan sejak anak lahir atau saat anak resmi diakui. Kewenangan ini berakhir ketika anak mencapai usia dewasa, menikah, atau orang tua bercerai. Dalam periode ini, prinsip utama adalah bahwa orang tua memiliki tanggung jawab untuk memberikan dukungan finansial kepada anak-anak mereka, yang disebut juga sebagai kewajiban memberikan nafkah dan penghidupan selama anak masih di bawah umur.
Kewajiban Orang Tua Untuk Memberikan Nafkah Kepada Anak
Kewajiban orang tua (dalam hal ini adalah suami dan ayah) untuk memberikan nafkah anak dipertegas dalam Pasal 329 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”) dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, kami kutip sebagai berikut:
- Pasal 329 KUH Perdata:
“Perjanjian-perjanjian di mana dilepaskan hak untuk menikmati nafkah adalah batal dan tidak berlaku”.
- Pasal 34 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974:
“Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya”.
Bahkan, ketika orang tua telah resmi bercerai, ketentuan pemberian nafkah oleh orang tua terhadap anak sampai dengan ia dewasa tidak hilang. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 156 Kompilasi Hukum Islam (“KHI”), yang mengatur bahwa akibat putusnya perkawinan karena perceraian adalah semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggungjawab dari ayah menurut kemampuannya, kami kutip sebagai berikut:
- Pasal 156 huruf e KHI:
“semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggungjawab ayah menurut kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa dapat mengurus diri sendiri”.
Kewajiban pemberian nafkah oleh seorang ayah kepada anak juga kembali dipertegas dalam beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya, dengan rincian sebagai berikut:
1. Pasal 9 ayat (1) Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (“UU No. 23 Tahun 2004”), yang mengatur bahwa setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, dimana penelantaran masuk ke dalam Kekerasan Dalam Rumah Tangga (“KDRT”), kami kutip sebagai berikut:
- Pasal 9 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2004:
“Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut.”
- Pasal 1 angka 1 UU No. 23 Tahun 2004:
“Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.”
2. Pasal 26 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU No. 35 Tahun 2014”), yang mengatur bahwa Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk mengasuh, memelihara, mendidik dan melindungi anak, kami kutip sebagai berikut:
- Pasal 26 ayat (1) huruf a UU No. 35 Tahun 2014:
“Orang tua berkewajiban dan bertanggungjawab untuk:
mengasuh, memelihara, mendidik dan melindungi anak;
Konsekuensi Hukum Yang Dapat Diterima Apabila Ayah Melanggar Kewajiban Memberi Nafkah Dalam Perspektif Hukum Pidana
Apabila ayah tidak memberikan nafkah kepada anaknya, hal tersebut dapat dikategorikan sebagai sebuah penelantaran dan dapat dijerat dengan Pasal 49 huruf a UU No. 23 Tahun 2004, dimana sang ayah dapat berpotensi dikenakan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,- (lima belas juta rupiah), kami kutip sebagai berikut:
- Pasal 49 huruf a UU No. 23 Tahun 2004:
“Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah), setiap orang yang :
menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1);
Penelantaran yang dilakukan oleh seorang ayah juga berpotensi untuk dijerat Pasal 76B Jo. Pasal 77B UU No. 35 Tahun 2014, dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,- (seratus juta Rupiah), kami kutip sebagai berikut:
- Pasal 76B UU No. 35 Tahun 2014:
“Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan anak dalam situasi perlakuan salah dan penelantaran”.
- Pasal 77B UU No. 35 Tahun 2014:
“Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76B, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,- (seratus juta Rupiah).”
Disclaimer
Seluruh isi data dan informasi dalam Legal Brief ini merupakan kompilasi dari sumber-sumber terpercaya. Legal Brief ini tidak dimaksudkan dan tidak seharusnya dianggap sebagai nasihat atau opini hukum. Tidak disarankan mengambil tindakan berdasarkan informasi yang ada pada layanan ini tanpa mencari layanan profesional terlebih dahulu.
Dasar Hukum
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.
- Kompilasi Hukum Islam.
- Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Penutup
Jika Anda memiliki pertanyaan atau memerlukan lebih lanjut konsultasi mengenai legal brief ini, silakan menghubungi kami di:
- Timoty Ezra Simanjuntak, SH.MH.IPC.CPM.CRA.CLA.CCCS. – Founder and Managing Partner – ezra@simanjuntaklaw.co.id
Aldo Prasetyo Riyadi, S.H. – Associate – office@simanjuntaklaw.co.id / info.simanjuntakandpartners@gmail.com