S&P Law Office – Legal Brief
23/S&P-LB.23-PPU/X/2023
08 Desember 2023
Dalam rangka melakukan penguatan pencegahan tindak pidana pencucian uang, tindak pidana pendanaan terorisme, dan pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal serta untuk mewujudkan integritas di sektor jasa keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berkomitmen untuk mendukung regulasi yang sesuai dengan perkembangan prinsip internasional yang mengatur mengenai penerapan program anti pencucian uang, pencegahan pendanaan terorisme, dan pencegahan pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal.
Maka dari itu, OJK baru-baru ini mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (“POJK”) No. 8 tahun 2023 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang, Pencegahan Pendanaan Terorisme, dan Pecegahan Pendanaan Poliferasi Senjata Pemusnah Massal (secara bersama-sama disebut APU, PPT and PPPSPM) di Sektor Jasa Keuangan (POJK 8/2023), yang telah berlaku sejak 14 Juni 2023 yang lalu.
Peraturan OJK No. 12/POJK.01/2017 dan perubahannya (POJK 12/2017), yang mengatur hal serupa, kini telah resmi dicabut, sedangkan peraturan pelaksanaannya tetap berlaku, sepanjang tidak ada ketentuannya yang bertentangan dengan salah satu ketentuan baru yang diatur dalam POJK 8/2023.
Peraturan tersebut merupakan upaya OJK untuk melakukan penyesuaian dengan perkembangan peraturan perundang-undangan di Indonesia yang secara langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan penerapan program anti pencucian uang, pencegahan pendanaan terorisme, dan pencegahan pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal di sektor jasa keuangan.
Dikutip dari berbagai sumber, POJK 8/2023 mencakup berbagai pengaturan yang meliputi 90 pasal dan 14 bab. Ada beberapa poin yang akan dibahas di dalam artikel ini antara lain:
Cakupan Penyedia Jasa Keuangan (PJK)
POJK 8/2023 berlaku bagi semua Pelaku Jasa Keuangan (PJK) di Indonesia, termasuk bank, lembaga pembiayaan, perusahaan asuransi, perusahaan efek, dan lembaga penjamin simpanan.
Pelaporan umum
POJK 8/2023 memerlukan PJK untuk segera melaporkan transaksi yang mencurigakan terkait dengan TPPU, TPPT, dan/atau PPSPM dalam waktu 1×24 jam sejak transaksi tersebut dicurigai.
Sanksi yang berlaku: ringkasan
POJK 8/2023 memberikan sanksi yang lebih keras dan efisien bagi PJK yang melanggar ketentuan-ketentuan dalam peraturan tersebut. Sanksi tersebut mencakup sanksi administratif, pidana, dan pembekuan usaha.
Cakupan PJK
Sebelumnya, PJK dibagi menjadi tiga sektor utama, yaitu sektor perbankan, sektor pasar modal, dan sektor non-bank. Namun, dikutip dari laman resmi OJK, POJK 8/2023 menyatakan bahwa terdapat 18 jenis PJK (konvensional/syariah) yang wajib mematuhi berbagai ketentuan yang diatur dalam peraturan tersebut. Berikut adalah tabel yang merepresentasikan jenis-jenis PJK yang diatur oleh POJK 8/2023:
PJK jenis baru yang wajib melaksanakan program APU, PPT, dan PPPSPM harus menyesuaikan operasionalnya dengan berbagai ketentuan yang diatur dalam POJK 8/2023 dalam waktu 12 bulan sejak PJK diberikan mandat untuk menerapkan program tersebut. Selain itu, PJK tersebut juga diwajibkan untuk menyampaikan rencana tindakan, kebijakan, dan prosedur dalam waktu enam bulan sejak kewajiban penerapan program.
Pelaporan Umum
POJK 8/2023 mewajibkan pelaporan elektronik terkait dengan TPPU, TPPT, dan/atau PPSPM. Hal-hal yang wajib dilaporkan secara elektronik kepada OJK. Berikut adalah tabel yang menjelaskan hal-hal yang wajib dilaporkan secara elektronik kepada OJK sesuai dengan ketentuan POJK 8/2023:
Sebelumnya, rencana tindakan program APU dan PPT wajib disampaikan kepada OJK. Namun, hal-hal yang diuraikan pada poin (5) di atas sebelumnya tidak diatur dalam POJK 12/2017.
Pelaporan elektronik ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan sentralisasi penyimpanan data dan dokumen, serta meningkatkan pengawasan kegiatan CDD dan/atau EDD dalam penerapan program anti-pencucian uang, pencegahan pendanaan terorisme, dan pencegahan pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal di sektor jasa keuangan.
Sanksi yang Berlaku: Ringkasan
- POJK 8/2023 juga mengatur berbagai kewajiban penerapan APU, PPT, dan/atau PPPSPM oleh PJK. Setiap tindakan ketidakpatuhan terhadap kewajiban tersebut dapat dikenakan sanksi. Beberapa tindakan ketidakpatuhan dan sanksinya adalah sebagai berikut:
- Tidak menyampaikan dokumen penilaian risiko TPPU, TPPT, dan/atau PPSPM yang telah disusun secara individual kepada OJK sebanyak satu kali dalam satu tahun: sanksi administratif berupa peringatan tertulis, denda paling banyak Rp 5 miliar bagi orang perseorangan, dan/atau denda paling banyak 1% dari total laba bersih tahun sebelumnya dengan batas Rp 100 miliar per tahun bagi PJK.
- Tidak melaksanakan program APU, PPT, dan/atau PPPSPM sesuai dengan kebijakan dan prosedur tertulis yang telah ditetapkan: sanksi administratif berupa peringatan tertulis, denda paling banyak Rp 5 miliar bagi orang perseorangan, dan/atau denda paling banyak 1% dari total laba bersih tahun sebelumnya dengan batas Rp 100 miliar per tahun bagi PJK.
- Tidak membentuk unit kerja khusus dan/atau menunjuk pejabat yang bertanggung jawab terhadap penerapan program APU, PPT, dan/atau PPPSPM: sanksi administratif berupa peringatan tertulis, denda paling banyak Rp 5 miliar bagi orang perseorangan, dan/atau denda paling banyak 1% dari total laba bersih tahun sebelumnya dengan batas Rp 100 miliar per tahun bagi PJK.
- Tidak melakukan pengawasan atas kepatuhan unit kerja dalam menerapkan program APU, PPT, dan/atau PPPSPM: sanksi administratif berupa peringatan tertulis, denda paling banyak Rp 5 miliar bagi orang perseorangan, dan/atau denda paling banyak 1% dari total laba bersih tahun sebelumnya dengan batas Rp 100 miliar per tahun bagi PJK.
- Tidak memastikan bahwa kebijakan dan prosedur tertulis mengenai penerapan program APU, PPT, dan/atau PPPSPM sejalan dengan perubahan dan pengembangan produk, jasa, dan teknologi di sektor jasa keuangan serta sesuai dengan perkembangan modus TPPU, TPPT, dan/atau PPSPM: sanksi administratif berupa peringatan tertulis, denda paling banyak Rp 5 miliar bagi orang perseorangan, dan/atau denda paling banyak 1% dari total laba bersih tahun sebelumnya dengan batas Rp 100 miliar per tahun bagi PJK.
- Tidak memastikan pejabat dan/atau pegawai, khususnya pegawai dari satuan kerja terkait dan pegawai baru, telah mengikuti pelatihan yang berkaitan dengan penerapan program APU, PPT, dan/atau PPPSPM sebanyak satu kali dalam satu tahun: sanksi administratif berupa peringatan tertulis, denda paling banyak Rp 5 miliar bagi orang perseorangan, dan/atau denda paling banyak 1% dari total laba bersih tahun sebelumnya dengan batas Rp 100 miliar per tahun bagi PJK.
- Tidak membahas penerapan program APU, PPT, dan/atau PPPSPM dalam rapat Direksi: sanksi administratif berupa peringatan tertulis, denda paling banyak Rp 5 miliar bagi orang perseorangan, dan/atau denda paling banyak 1% dari total laba bersih tahun sebelumnya dengan batas Rp 100 miliar per tahun bagi PJK. ***
Disclaimer
Seluruh isi data dan informasi dalam Legal Brief ini merupakan kompilasi dari sumber-sumber terpercaya. Legal Brief ini tidak dimaksudkan dan tidak seharusnya dianggap sebagai nasihat atau opini hukum. Tidak disarankan mengambil tindakan berdasarkan informasi yang ada pada layanan ini tanpa mencari layanan profesional terlebih dahulu.
Dasar Hukum:
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 8 Tahun 2023 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang, Pencegahan Pendanaan Terorisme, dan Pencegahan Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal di Sektor Jasa Keuangan (POJK 8/2023)
Penutup
Jika Anda memiliki pertanyaan atau memerlukan lebih lanjut konsultasi mengenai legal brief ini, silakan menghubungi kami di :
• Timoty Ezra Simanjuntak, S.H., M.H., IPC., CPM., CRA., CLA., CCCS. – Managing Partner – ezra@splawoffice.co.id
• Ahmad Zaim Yunus, S.H. – Associate – info.simanjuntakandpartners@gmail.com