Seiring perkembangan teknologi, pinjaman online di Indonesia juga mengalami perkembangan pesat. Kini, teknologi informasi telah digunakan dalam industri keuangan untuk mengembangkan penyediaan akses pendanaan bagi masyarakat dan pelaku usaha melalui suatu layanan pendanaan berbasis teknologi. Berdasarkan data yang dimiliki Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dalam periode 28 Oktober hingga 30 September 2021, terdapat 772.534 pemberi pinjaman dengan jumlah peminjam mencapai 70.286.048 orang. Sementara itu, total pinjaman yang telah disalurkan mencapai Rp262,933 triliun. Data ini menunjukkan bahwa layanan pinjaman online memang memiliki peran penting dalam memenuhi kebutuhan keuangan masyarakat. Secara prinsip, pinjaman online dapat menjadi solusi bagi individu yang tidak terlayani oleh sektor keuangan formal. Meskipun demikian, perlu mengetahui lebih jauh dasar hukum hingga tantangan hukum terkait pinjaman online, sebelum memutuskan untuk menggunakan layanan pinjaman online tersebut.
Dasar Hukum Pinjaman Online di Indonesia
Saat ini, dasar hukum terkait pinjaman online di Indonesia merujuk pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 10 /Pojk.05/2022 Tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (POJK 05/2022) yang telah mencabut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (POJK 77/2016). Hal tersebut dikarenakan POJK 77/2016 dinilai tidak mampu lagi mengakomodasi tuntutan perkembangan industri yang cepat terhadap dinamika pendanaan online di Indonesia. Pasal 1 ayat (1) POJK 05/2022 menjelaskan bahwa Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) adalah penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi dana dengan penerima dana dalam transaksi pendanaan konvensional atau berdasarkan prinsip syariah secara langsung melalui sistem elektronik dengan menggunakan internet.
Penyelenggara LPBBTI disini adalah badan hukum Indonesia yang menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan LPBBTI baik secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah (Pasal 1 ayat (1) POJK 05/2022). Kemudian pengguna LPBBTI terdiri dari Penerima Dana dan Pemberi Dana (Pasal 1 ayat (11) POJK 05/2022). Penerima Dana merujuk pada individu, badan hukum, atau badan usaha yang memperoleh pendanaan (Pasal 1 ayat (9) POJK 05/2022). Sedangkan Pemberi Dana merupakan individu, badan hukum, atau badan usaha yang menyalurkan pendanaan (Pasal 1 ayat (10) POJK 05/2022). Warga Negara Asing (WNA) dan badan hukum asing diperbolehkan menjadi Pemberi Dana. Lebih lanjut, dalam Pasal 8 POJK 05/2022 mewajibkan Penyelenggara yang melaksanakan kegiatan usaha Pendanaan atau pinjaman online tersebut harus terlebih dahulu mendapatkan izin usaha dari OJK. Bahkan, Penyelenggara dilarang melakukan pendanaan sebelum secara resmi terdaftar sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik pada instansi yang berwenang. Jika hal tersebut dilanggar maka dalam POJK 05/2022 dapat dikenakan sanksi administratif. Sanksi administratif tersebut dapat berupa peringatan tertulis maupun pembatasan kegiatan usaha yang disertai pemblokiran sistem elektronik Penyelenggara.
Dalam menjalankan transaksi pinjaman online tentu wajib disertai perjanjian. Perjanjian yang dibutuhkan adalah perjanjian antara Penyelenggara dan Pemberi dana, serta antara Pemberi Dana dan Penerima Dana (Pasal 30 POJK 05/2022). Adapun terkait muatan yang harus dimuat dalam perjanjian antara Penerima Dana dan Pemberi Dana tersebut merujuk pada Pasal 32 ayat (2) POJK 05/2022. Perjanjian tersebut wajib di pahami baik oleh Penerima Dana maupun Pemberi Dana. Bahkan dalam Pasal 33 POJK 05/2022 secara tegas mengatur bahwa :
“Penyelenggara wajib memastikan Pengguna telah membaca dan memahami isi dari perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30”
Hal tersebut dilakukan dengan menyediakan fasilitas yang memastikan bahwa Pengguna telah membaca dan memahami semua isi perjanjian sebelum perjanjian tersebut disepakati dan ditandatangani. Dengan demikian, sudah sepatutnya tidak terjadi perbedaan informasi atau kesalahpahaman atas perjanjian yang telah disepakati.
Praktik Pelanggaran Pinjaman Online
Jika dikaji lebih detail, POJK 05/2022 sebenarnya telah memberikan ketentuan terkait pengaturan pinjaman online ini dengan cukup ketat. Pengaturan-pengaturan yang diakomodir dalam POJK 05/2022 ditujukan untuk memberikan keamanan dan kenyamanan bagi Pengguna layanan pinjaman online. Sehingga penting memastikan bahwa layanan pinjaman online tersebut telah terdaftar dan di bawah pengawasan OJK. Akan tetapi, meski secara regulasi sudah diatur sedemikian ketat, namun secara implementasi di masyarakat masih ditemukan beberapa pelanggaran. Beberapa pelanggaran tersebut diantaranya:
- Penyebaran data pribadi peminjam;
- Pemberian bunga yang begitu tinggi tanpa ada batasan;
- Penagihan yang terkadang dilakukan dengan cara intimidatif;
- Penagihan dilakukan tidak hanya pada peminjam namun pada kontak darurat yang disertakan oleh peminjam tanpa seizin pemilik kontak tersebut;
- Data KTP peminjam yang digunakan untuk meminjam pada penyelenggara lain tanpa sepengetahuan pemilik KTP;
- Sistem elektronik yang bermasalah sehingga pembayaran yang dilakukan peminjam tidak masuk ke sistem.
Selain beberapa pelanggaran tersebut, masih terdapat beberapa praktik pelanggaran lainnya di lapangan. Pelanggaran tersebut dilakukan baik oleh Penyelenggara pinjaman online legal maupun ilegal. Pinjaman online ilegal di Indonesia juga merupakan bagian dari problematika terkait pinjaman online yang cukup meresahkan. Penyelenggara pinjaman online ilegal tentunya merupakan bagian dari suatu pelanggaran karena tidak mendaftarkan dirinya pada OJK. Jumlah pinjaman online ilegal yang telah dihentikan oleh satuan tugas waspada investasi hingga November 2021 tercatat mencapai jumlah 3.631 entitas. Terkait maraknya pinjaman online illegal tersebut, Pemerintah secara tegas mengimbau agar masyarakat yang meminjam dari fintech ilegal tidak perlu melunasi pinjamannya. Mahfud MD pun menegaskan bahwa pinjaman dari pinjaman online ilegal tidak wajib dibayar. Kendati demikian, perlu dibuat regulasi khusus terkait pinjaman online ilegal bukan hanya dalam tataran peraturan OJK saja namun pengaturan tersebut perlu dimasukkan ke dalam undang-undang yang mengatur tentang fintech di Indonesia.
Disclaimer:
Seluruh isi data dan informasi dalam Legal Brief ini merupakan kompilasi dari sumber-sumber terpercaya. Legal Brief ini tidak dimaksudkan dan tidak seharusnya dianggap sebagai nasihat atau opini hukum. Tidak disarankan mengambil tindakan berdasarkan informasi yang ada pada layanan ini tanpa mencari layanan profesional terlebih dahulu.
Dasar Hukum:
- Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 10 /Pojk.05/2022 Tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi.
Penutup
Jika Anda memiliki pertanyaan atau memerlukan lebih lanjut konsultasi mengenai legal brief ini, silakan menghubungi kami di :
- Timoty Ezra Simanjuntak, S.H., M.H– Managing Partner – ezra@splawoffice.co.id
- Ekawati Shinta Dewi, S.H. – Associate – info.splawoffice@gmail.com / office@splawoffice.co.id