Perdagangan berjangka komoditi adalah salah satu instrumen perekonomian yang bertujuan untuk menciptakan stabilitas harga, mengelola risiko, dan meningkatkan transparansi pasar. Perdagangan berjangka komoditi merupakan mekanisme investasi yang berkembang pesat di Indonesia. Perkembangan yang cukup pesat tersebut dikarenakan, perdagangan berjangka komoditi menawarkan peluang bagi pelaku pasar untuk melindungi nilai terhadap fluktuasi harga komoditas serta memperoleh profit dari pergerakan pasar. Namun, meskipun menawarkan keuntungan yang menggiurkan, perdagangan berjangka komoditi memiliki masalah tersendiri baik secara regulasi maupun implementasi di tengah masyarakat. Lantas apa saja permasalahan terkait perdagangan berjangka komoditi di Indonesia?
Problematika Perdagangan Berjangka Komiditi di Indonesia?
Regulasi terkait perdagangan berjangka komoditi di Indonesia sudah diatur Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi, yang mana beberapa Pasal dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi. Meskipun secara yuridis sudah diatur, namun penegakan hukum dari aturan- aturan yang sudah dimuat perlu menjadi sorotan. Hal tersebut dikarenakan problematika perdagangan berjangka komoditi di Indonesia yang terus berkembang. Yeka Hendra Fatika, anggota Ombudsman Republik Indonesia, mengungkapkan bahwa dalam periode 2021-2024, Ombudsman setidaknya telah menerima 29 laporan dan pengaduan terkait kasus perdagangan berjangka komoditi. Mayoritas laporan tersebut menyoroti perusahaan pialang berjangka sebagai pihak yang paling banyak dilaporkan. Adapun total kerugian yang dialami konsumen dari kasus-kasus ini mencapai 68 miliar rupiah.
Beberapa permasalahan yang ada diantaranya, Pertama, kejahatan dalam perdagangan berjangka komoditi berpotensi meningkat karena memberikan peluang besar bagi pelaku kejahatan untuk memperoleh keuntungan dari suatu aksi kejahatan. Peluang besar tersebut mengingat perdagangan berjangka komiditi merupakan sebuah metode investasi yang hasilnya memang secara konsep belum pasti, sehingga potensi bahan iming-iming untuk membujuk atau menipu calon nasabah cukup besar. Selain menawarkan keuntungan yang cukup fantastis, modus yang biasa dilakukan juga menawarkan keuntungan dengan cepat. Kedua, kemajuan teknologi semakin mempermudah pelaku kejahatan dalam melancarkan aksi kejahatan berbasis teknologi. Perkembangan teknologi yang cukup pesat namun belum tentu diikuti dengan pelindungan dan penegakan hukum yang efektif dan efisien tentu memberikan ancaman tersendiri terhadap potensi kejahatan dalam perdagangan berjangka komiditi berbasis teknologi.
Ketiga, kurangnya pemahaman tentang mekanisme dan kontrak perdagangan berjangka komoditi membuat korban lebih rentan terhadap penipuan. Kurangnya literasi masyarakat terhadap mekanisme dan kontrak yang seharusnya dilakukan menjadi sasaran empuk bagi pelaku kejahatan perdagangan berjangka komoditi untuk menipu korban. Beberapa modus dilakukan dengan merayu konsumen atau memaksa konsumen secara sadar maupun tidak sadar menandatangani perjanjian, bahkan terkadang tanda tangan tersebut dilakukan di blanko kosong. Sebagai contoh kasus yang terjadi pada seorang warga Cakung, Jakarta Timur. Setelah ia terbujuk rayuan investasi ratusan juta rupiah, ia diminta menandatangani beberapa dokumen diantaranya data nasabah (customer data), dokumen pemberitahuan risiko (document of notification on the existing risk to be delivered by future broker), perjanjian pemberian amanat (agreement on the issue of order), dan beberapa formulir wajib. Beberapa waktu kemudian ketika ia hendak menarik uang yang telah diinvestasikan, permintaan penarikan tersebut diabaikan. Singkat cerita, korban membawa kasus tersebut ke pengadilan hingga tahap kasasi. Putusan kasasi menolak semua permohonan korban dengan pertimbangan bahwa Perjanjian Pemberian Amanat atau investasi perdagangan berjangka dalam kasus tersebut telah sesuai dengan Pasal 1320 KUH Perdata. Merujuk pada kasus tersebut, literasi terkait mekanisme perjanjian perlu dipahami masyarakat sebelum melakukan perjanjian perdagangan berjangka komoditi untuk meningkatkan kehati-hatian para calon nasabah.
Keempat, keterbatasan pemahaman korban mengenai informasi dan teknologi elektronik menyulitkan mereka dalam mengumpulkan bukti jika ingin membawa kasus tersebut ke ranah pidana. Sulitnya mencari alat-alat bukti dan membuktikan terjadinya perbuatan melawan hukum menjadi tantangan tersendiri. Hal tersebut disampaikan oleh Sri Hendrawati dari Bareskrim Mabes Polri yang menjelaskan bahwa jika seorang nasabah atau konsumen mengklaim telah menjadi korban bujuk rayu atau penipuan, maka hal tersebut harus dapat dibuktikan. Proses pembuktian ini bukanlah hal yang mudah bagi mereka yang berusaha mendapatkan kembali uangnya.
Penyelesaian Perselisihan Perdagangan Berjangka Komiditi di Indonesia
Para pihak yang melakukan transaksi atau investasi dengan metode perdagangan berjangka komiditi terikat pada dokumen perjanjian. Dokumen perjanjian tersebut dibuat dengan tunduk pada Pasal 1320 KUH Perdata yang menyebutkan
“Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat:
- kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
- kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
- suatu pokok persoalan tertentu;
- suatu sebab yang tidak terlarang.”
Merujuk Pasal 1320 KUHPerdata tersebut, Pasal 61 juncto Pasal 62 UU No. 32 Tahun 1997 memberikan ketentuan penyelesaian perselisihan perdagangan berjangka komoditi sebagai penyelesaian perselisihan perdata. Pasal 6 huruf q UU No. 10 Tahun 2011 menjelaskan bahwa Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) berwenang membentuk sarana penyelesaian permasalahan terkait kegiatan perdagangan berjangka komoditi. Penyelesaian permasalahan tersebut melalui jalur perdata baik di pengadilan maupun di luar pengadilan (arbitrase).
Dalam perkembangannya nanti, Pasal 312 UU No. 4 Tahun 2023 yang menegaskan bahwa pada saat UU No. 4 Tahun 2023 berlaku, peralihan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan aset keuangan digital dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b dan huruf e Pasal 8 ayat (4), serta komoditi yang termasuk instrumen keuangan yang menjadi subjek kontrak berjangka, kontrak derivatif syariah, dan/atau kontrak derivatif lainnya, beralih dari Bappebti ke otoritas sektor keuangan.
Meskipun terdapat pengaturan terkait mekanisme perdata dalam penyelesaian permasalahan perdagangan berjangka komiditi, mekanisme pidana juga dapat dilakukan. Direktur Ekonomi dan Keuangan pada Jaksa Agung Muda Intelijen Kejaksaan Agung, Supardi, menjelaskan bahwa undang-undang yang mengatur perdagangan berjangka komoditi mengatur sanksi pidana, dan pengaturan itu biasanya disebut sebagai administratif penal law (ketentuan administratif yang bersanksi pidana). Dalam Pasal 71 hingga 75 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997 sebagaimana diubah dengan UU No. 10 Tahun 2011 mengatur beberapa ketentuan pidana. Sebagai contoh kewajiban memberitahukan risiko kepada nasabah, yang dalam rumusan undang-undang Pasal 73 huru E UU No. 10 Tahun 2011 dapat dijadikan sebagai tindak pidana.
Dengan demikian, menjadi penting bagi masyarakat yang berniat untuk melakukan investasi dengan metode perdagangan berjangka komiditi agar berhati-hati dalam menentukan kontrak investasi yang dibuat termasuk penentuan rencana penyelesaian perselisihan jika kedepannya terdapat permasalahan hukum atas investasi yang dijalankan.
Disclaimer:
Seluruh isi data dan informasi dalam Legal Brief ini merupakan kompilasi dari sumber-sumber terpercaya. Legal Brief ini tidak dimaksudkan dan tidak seharusnya dianggap sebagai nasihat atau opini hukum. Tidak disarankan mengambil tindakan berdasarkan informasi yang ada pada layanan ini tanpa mencari layanan profesional terlebih dahulu.
Dasar Hukum:
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
- Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi.
Penutup
Jika Anda memiliki pertanyaan atau memerlukan lebih lanjut konsultasi mengenai legal brief ini, silakan menghubungi kami di :
- Timoty Ezra Simanjuntak, S.H., M.H., IPC., CLA., CRA., CPM., CCCS.– Managing Partner – ezra@simanjuntaklaw.co.id
- Ekawati Shinta Dewi, S.H.– Associate – info.simanjuntakandpartners@gmail.com / office@simanjuntaklaw.co.id