Sejak diberlakukannya Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) No. 168 Tahun 2023 tentang Pajak Penghasilan Pasal 21 dan 26 berarti peraturan tersebut menggabungkan dan mengganti berbagai peraturan sebelumnya. Setidaknya ada tiga peraturan yang diubah antara lain:
Peraturan baru, yaitu Permenkeu 168/2023, menggabungkan dan menggantikan kerangka ketiga peraturan tersebut.
Permenkeu 168/2023 memberikan arahan terbaru terkait pemotongan pajak untuk berbagai jenis penghasilan, seperti pegawai tetap, pensiunan, anggota dewan, hingga peserta kegiatan. Pembaruan ini tidak hanya mencakup jenis-jenis penghasilan yang dipotong, tetapi juga membahas dasar pengenaan pajak dan pengurangan yang diperbolehkan.
Sejalan dengan upaya menyederhanakan sistem, Permenkeu 168/2023 juga memperkenalkan metode penghitungan pajak yang lebih jelas dan efektif, melibatkan tarif efektif harian dan bulanan. Kebijakan tersebut menjadi landasan dalam upaya meningkatkan kejelasan dan kemudahan dalam pengelolaan pajak penghasilan. Hal tersebut dilakukan oleh Menkeu, dalam rangka mempermudah perhitungan pemotongan pajak terkait pekerjaan, jasa, atau kegiatan individu. Peraturan tersebut mulai diberlakukan pada bulan Januari 2024.
Permenkeu 168/2023 secara substansial menjadi kerangka baru yang menata petunjuk pemotongan PPh Pasal 21 (PPh 21) dan/atau PPh Pasal 26 (PPh 26) sejalan dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang PPh (UU PPh).
Selain mengatur jenis-jenis penghasilan yang dipotong, dasar pengenaan, dan pemotongan PPh, peraturan baru ini juga menyoroti tarif dan penghitungan yang berkaitan dengan berbagai jenis penerima penghasilan, seperti pegawai tetap, pensiunan, anggota dewan, bukan pegawai, peserta kegiatan, pegawai program pensiun, dan mantan pegawai. Dalam konteks pemotongan pajak, berbagai pemotong pajak termasuk pemberi kerja, instansi pemerintah, badan-badan terkait program pensiun, orang pribadi, badan yang membayar honorarium, atau penyelenggara kegiatan.
Dalam artikel ini kita akan memfokuskan pembahasan pada tiga aspek utama: jenis penghasilan yang dipotong, dasar pengenaan pemotongan pajak beserta pengurangan yang diperbolehkan, dan Penghitungan PPh 21.
Jenis Penghasilan yang Dipotong
Pengecualian yang Tersedia:
- Pembayaran manfaat atau asuransi (kesehatan, jiwa, beasiswa, kecelakaan).
- Penggantian atau imbalan sehubungan dengan jasa dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang dikecualikan dari pengkategorian objek PPh.
- Iuran terkait program pensiun.
- Sumbangan keagamaan bersifat wajib (zakat, infaq, shadaqah).
- Hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah.
- Beasiswa yang sejalan dengan persyaratan tertentu.
- Bagian laba yang diberikan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer (CV) dan yang modalnya tidak terbagi atas saham.
- PPh yang ditanggung oleh pemerintah.
Perlu dicatat bahwa Permenkeu 252/2008 sebelumnya tidak mencakup poin (5), (7), dan (8) di atas dalam pengecualian penghasilan yang dipotong.
Dasar Pengenaan Pemotongan Pajak dan Pengurangan yang Diperbolehkan
Berikut adalah ringkasan dasar-dasar pengenaan PPh 21 dan PPh 26 beserta pengurangan yang diperbolehkan, sebagaimana diatur dalam Permenkeu 168/2023 dan perbandingannya dengan Permenkeu 252/2008:
Sebaliknya, Permenkeu 252/2008 membagi dasar-dasar pengenaan dan pemotongan PPh 21 berdasarkan penghasilan kena pajak yang berlaku bagi pegawai tetap, penerima pensiun berkala, dan penerima penghasilan tidak tetap seperti distributor multi level marketing, penjaja barang dagangan bukan pegawai, dll.
Penghitungan PPh 21
Penghitungan PPh 21 yang baru memperkenalkan metode pengenalan tarif efektif harian dan bulanan, memberikan fleksibilitas yang lebih besar dalam menghitung pajak penghasilan. Berikut adalah ringkasan metode penghitungan untuk berbagai penerima penghasilan:
- Pegawai Tetap: Pada setiap masa pajak selain masa pajak terakhir, perhitungan dilakukan dengan mengalikan tarif efektif bulanan dengan dasar pengenaan dan pemotongan. Sedangkan pada masa pajak terakhir, dihitung selisih antara PPh 21 yang terutang selama satu tahun pajak dengan PPh 21 yang telah dipotong pada masa pajak sebelumnya.
- Pensiunan dan Anggota Dewan Penerima Imbalan Tidak Teratur: Penghitungan dilakukan dengan mengalikan tarif efektif bulanan dengan dasar pengenaan dan pemotongan.
- Pegawai Tidak Tetap: Ada tiga metode perhitungan yang mungkin tergantung pada kondisi pembayaran penghasilan bulanan atau harian, serta penerapan Pasal 17 UU PPh.
- Bukan Pegawai: Penghitungan menggunakan tarif PPh 17, dikalikan dengan dasar pengenaan dan pemotongan.
- Peserta Kegiatan, Pegawai Program Pensiun, dan Mantan Pegawai: Penghitungan dilakukan dengan mengalikan tarif efektif bulanan dengan dasar pengenaan dan pemotongan.
Dengan adanya metode ini, penghitungan PPh 21 menjadi lebih adaptif terhadap variasi periode pembayaran penghasilan, memberikan kemudahan dalam kepatuhan terhadap peraturan pajak yang baru.
Peraturan tersebut sangat penting dalam tata kelola PPh Pasal 21 dan 26. Melalui Permenkeu 168/2023, Menkeu mengintegrasikan peraturan sebelumnya, memberikan arahan baru untuk pemotongan pajak pada berbagai jenis penghasilan. Pembaruan ini tak hanya memperluas jenis penghasilan yang dipotong, tapi juga membahas dasar pengenaan pajak dan pengurangan yang diizinkan.
Seiring dengan semangat penyederhanaan, Permenkeu 168/2023 memperkenalkan metode penghitungan pajak yang lebih terperinci, melibatkan tarif efektif harian dan bulanan. Transformasi ini menjadi fondasi baru untuk meningkatkan kejelasan dan kemudahan dalam administrasi pajak penghasilan.
Keputusan Menteri Keuangan ini, yang berlaku sejak Januari 2024, mencerminkan komitmen pemerintah untuk mempermudah perhitungan pajak terkait pekerjaan, jasa, atau kegiatan individu. Selain menyatukan dan menggantikan beberapa peraturan menteri sebelumnya, seperti Permenkeu 250/2008 dan Permenkeu 252/2008, Permenkeu 168/2023 secara substansial menjadi panduan baru untuk pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26.
Fokus pada jenis penghasilan, dasar pengenaan, pengurangan yang diperbolehkan, serta metode penghitungan baru, mencerminkan langkah besar untuk memajukan keterbukaan dan kepatuhan dalam sistem perpajakan Indonesia. ***
Disclaimer
Seluruh isi data dan informasi dalam Legal Brief ini merupakan kompilasi dari sumber-sumber terpercaya. Legal Brief ini tidak dimaksudkan dan tidak seharusnya dianggap sebagai nasihat atau opini hukum. Tidak disarankan mengambil tindakan berdasarkan informasi yang ada pada layanan ini tanpa mencari layanan profesional terlebih dahulu.
Dasar Hukum:
- Peraturan Menteri Keuangan No. 168 Tahun 2023 tentang Pajak Penghasilan Pasal 21 dan 26
- Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh)
- Peraturan Menteri Keuangan No. 250/PMK.03/2008 tentang Besarnya Biaya Jabatan Atau Biaya Pensiun Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto Pegawai Tetap Atau Pensiunan
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak Penghasilan atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.010/2016 tentang Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan Dari Pegawai Harian Dan Mingguan Serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya Yang Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan
Penutup
Jika Anda memiliki pertanyaan atau memerlukan lebih lanjut konsultasi mengenai legal brief ini, silakan menghubungi kami di :
- Timoty Ezra Simanjuntak, S.H., M.H., IPC., CPM., CRA., CLA., CCCS. – Managing Partner – ezra@splawoffice.co.id
- Ahmad Zaim Yunus, S.H. – Associate – info.simanjuntakandpartners@gmail.com