S&P Law Office

Prosedur Persetujuan Bangunan Gedung: Perencanaan, Pengajuan, hingga Sanksi

S&P Law Office - Legal Brief

Dalam perkembangannya sejatinya Persetujuan Bangunan Gedung (“PBG”) merupakan instrumen yang menggantikan Izin Mendirikan Bangunan (“IMB”). Pada prinsipnya, PBG merupakan dokumen resmi yang diberikan oleh pemerintah daerah atau otoritas terkait kepada pemilik atau pengembang bangunan sebagai bukti bahwa rencana pembangunan atau renovasi bangunan telah memenuhi standar teknis dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut sejalan dengan definisi PBG yang disebutkan dalam Pasal 1 angka 17 Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (“PP 16/2021”), yakni sebagai perizinan yang diberikan kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan standar teknis bangunan gedung.

Tahapan Persiapan Pengajuan Persetujuan Bangunan Gedung

Sebelum mengajukan PBG, tentu diperlukan serangkaian tahapan persiapan yang sistematis dan terstruktur. Berikut adalah uraian dari tahapan-tahapan persiapan tersebut:

  1. Tahap Persiapan, yang merupakan tahap yang berfokus pada evaluasi awal terhadap kelayakan dan kondisi fisik lokasi pembangunan yang terdiri atas:
    1. Studi Kelayakan yang dilakukan untuk menilai layak tidaknya proyek pembangunan secara menyeluruh. Aspek yang dianalisis meliputi aspek teknis, ekonomi, sosial, dan lingkungan. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa pembangunan gedung yang direncanakan sesuai dengan kebutuhan pengguna, dapat dibangun secara aman, dan tidak menimbulkan risiko besar terhadap lingkungan atau masyarakat sekitar.
    2. Studi Lahan yang dilakukan melalui pemeriksaan fisik dan pengukuran lahan guna memahami karakteristik tapak, termasuk topografi, jenis dan stabilitas tanah, drainase alami, serta potensi dampak lingkungan. Hal ini menjadi urgensi untuk dilakukan dalam rangka menentukan pendekatan desain dan konstruksi yang sesuai dengan kondisi lokasi.
  2. Pengumpulan Dokumen Pendukung, yang mencakup pengumpulan dokumen legal dan informasi rencana tata ruang yang menjadi prasyarat pengajuan PBG  sebagai berikut:
    1. Kopi Sertifikat Hak atas Tanah yang diperlukan untuk membuktikan kepemilikan atau penguasaan lahan. Sertifikat hak milik, hak guna bangunan, atau bentuk kepemilikan sah lainnya harus dilampirkan sebagai dasar legalitas penggunaan lahan.
    2. Keterangan Rencana Kota (KRK) sebagai dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah dan berisi informasi tentang peruntukan lahan sesuai rencana tata ruang wilayah. Melalui KRK, pemohon dapat mengetahui apakah fungsi bangunan yang direncanakan sesuai dengan zonasi wilayah dan kebijakan penataan ruang.
  3. Perencanaan dan Desain, yang merupakan inti dari persiapan teknis dan menyangkut perumusan rancangan bangunan secara komprehensif sebagai berikut:
    1. Rencana Tapak (Site Plan) yang merupakan gambar yang menunjukkan tata letak bangunan di atas lahan dengan mencakup batas-batas lahan, posisi bangunan, sistem sirkulasi kendaraan dan pejalan kaki, ruang terbuka hijau, serta elemen lanskap lainnya.
    2. Gambar Kerja Arsitektur yang meliputi denah bangunan, tampak depan dan samping, potongan melintang, serta detail arsitektur lainnya sehingga menjadi dasar visual dan teknis yang penting dalam proses persetujuan dan konstruksi.
    3. Rencana Struktur dan Mekanikal Elektrikal Plumbing (MEP) yang mencakup perhitungan kekuatan bangunan terhadap beban gempa, angin, dan lainnya, serta sistem mekanikal seperti AC dan lift, sistem elektrikal seperti pencahayaan dan kabel, serta sistem plumbing seperti pipa air dan saluran pembuangan.
    4. Rencana Pengelolaan Lingkungan yang menjelaskan langkah-langkah mitigasi terhadap pencemaran udara, kebisingan, limbah konstruksi, dan gangguan lingkungan lainnya.

Proses Pengajuan Persetujuan Bangunan Gedung

Secara umum, sebelum memperoleh PBG, pemilik harus mengajukan dokumen rencana teknis kepada Pemerintah Daerah kabupaten/kota atau Pemerintah Daerah provinsi untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta atau Pemerintah Pusat. Pengajuan dokumen rencana teknis tersebut harus diajukan sebelum pelaksanaan konstruksi. Lebih lanjut, proses untuk mendapatkan PBG terdiri atas dua tahapan, yakni konsultasi perencanaan dan penerbitan.

Pertama, dalam tahap konsultasi perencanaan, pemerintah memberikan jaminan melalui Pasal 253 ayat (8) PP 16/2021 bahwa konsultasi tersebut diselenggarakan tanpa dipungut biaya. Kemudian, dalam tahap ini, terdapat beberapa proses yang harus dilalui terlebih dahulu, yakni

  1. Pendaftaran, yang dilakukan oleh Pemohon atau Pemilik melalui Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung (SIMBG) dengan menyampaikan informasi terkait data Pemohon atau Pemilik, data Bangunan Gedung, serta dokumen rencana teknis. Kemudian, setelah informasi tersebut dinyatakan lengkap, Sekretariat memberikan jadwal konsultasi perencanaan kepada Pemohon atau Pemilik melalui SIMBG. Dalam hal ini Pemohon melakukan pengumpulan dan penyusunan dokumen serta mengajukan dokumen tersebut dengan mengisi formulir permohonan
  2. Pemeriksaan pemenuhan Standar Teknis,
  3. Pernyataan Pemenuhan Standar Teknis.

Lebih lanjut, konsultasi perencanaan dilakukan melalui pemeriksaan terhadap dokumen rencana teknis oleh Tim Profesi Ahli (TPA) sebagai tim yang terdiri atas profesi ahli yang ditunjuk oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota untuk memberikan pertimbangan teknis dalam Penyelenggaraan Bangunan Gedung atau diperiksa oleh Tim Penilai Teknis (TPT) sebagai tim yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota yang terdiri atas instansi terkait penyelenggara Bangunan Gedung untuk memberikan pertimbangan teknis dalam proses penilaian dokumen rencana teknis. Pemeriksaan tersebut dilakukan melalui dua tahap sebagai berikut:

  1. Pemeriksaan dokumen rencana arsitektur; dan
  2. Pemeriksaan dokumen rencana struktur, mekanikal, elektrikal, dan perpipaan (plumbing) yang dilakukan jika dokumen rencana arsitektur telah memenuhi Standar Teknis.

Kemudian, hasil pemeriksaan tersebut harus dilengkapi dengan pertimbangan teknis dituangkan dalam berita acara. Berita acara tersebut juga harus memuat kesimpulan berupa rekomendasi penerbitan surat Pernyataan Pemenuhan Standar Teknis apabila dokumen rencana teknis telah memenuhi Standar Teknis atau rekomendasi pendaftaran ulang PBG apabila dokumen rencana teknis tidak memenuhi Standar Teknis.

Kedua, dalam tahap penerbitan, terdapat beberapa tahap yang harus dilalui, yakni:

  1. Penetapan nilai retribusi daerah yang dilakukan oleh Dinas Teknis;
  2. Pembayaran retribusi daerah yang dilakukan oleh Pemohon setelah ditetapkan nilai retribusi daerah; dan
  3. Penerbitan PBG yang dilakukan setelah Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) mendapatkan bukti pembayaran retribusi. Penerbitan tersebut akan dilakukan oleh DPMPTSP dengan melampirkan dokumen PBG serta lampiran dokumen PBG.

Dokumen Pendukung Persetujuan Bangunan Gedung

Tidak dapat dipungkiri bahwa Pengajuan PBG tidak dapat dilepaskan dari kelengkapan dokumen teknis dan administratif yang menjadi dasar pertimbangan pemerintah dalam menilai kelayakan dan legalitas pembangunan. Dua dokumen utama yang sangat krusial dalam proses ini adalah Ketetapan Rencana Kota (KRK) dan Site Plan sebagai berikut:

  1. Ketetapan Rencana Kota (KRK) yang merupakan dokumen resmi yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah yang berwenang (biasanya dinas tata ruang atau dinas Cipta Karya) yang menyatakan bahwa suatu lahan diperuntukkan untuk fungsi tertentu. Dokumen ini menjadi acuan awal yang sangat penting dalam menentukan apakah bangunan yang direncanakan sesuai dengan peruntukan lahannya. Lebih lanjut, proses pengajuan KRK meliputi beberapa tahapan sebagai berikut:
    1. Persiapan Dokumen dengan menyiapkan dokumen pendukung seperti dokumen identitas, gambar site plan awal, serta data dan peta tata ruang yang berlaku.
    2. Pengajuan Permohonan dengan mengajukan permohonan secara resmi ke instansi terkait.
    3. Verifikasi dan Evaluasi dengan verifikasi terhadap kelengkapan dokumen dan menilai apakah rencana pembangunan sesuai dengan kebijakan tata ruang yang berlaku.
    4. Survei Lapangan untuk memastikan kondisi aktual lahan sesuai dengan data yang diajukan.
    5. Penerbitan KRK dalam hal permohonan telah dianggap sesuai yang menyatakan bahwa lokasi dan rencana bangunan sesuai dengan peruntukan tata ruang.
  2. Site Plan yang merupakan dokumen teknis yang menggambarkan rencana tata letak bangunan di atas lahan yang akan dibangun. Dokumen ini tidak hanya menunjukkan batas tanah dan posisi bangunan, tetapi juga menampilkan jaringan jalan, aksesibilitas, ruang terbuka hijau, saluran air, parkir, serta elemen infrastruktur lainnya. Site plan menjadi bagian integral dari perencanaan fisik dan dasar bagi pengambilan keputusan teknis dalam proses penerbitan PBG. Lebih lanjut, tahapan penyusunan site planmeliputi:
    1. Pengumpulan Data dan Survei Lokasi dengan melibatkan pengukuran tapak secara langsung dan pengumpulan informasi teknis seperti kontur tanah, jenis tanah, serta kondisi lingkungan sekitar.
    2. Perencanaan Tata Letak dengan mempertimbangkan orientasi matahari, aliran udara, keterhubungan antar ruang, serta aksesibilitas dari dan ke jalan utama.
    3. Desain Infrastruktur Pendukung dengan merencanakan sistem sirkulasi kendaraan dan pejalan kaki, saluran drainase, jaringan utilitas.
    4. Kajian Kesesuaian dengan Regulasi dengan mengacu pada ketentuan peraturan daerah terkait garis sempadan bangunan, koefisien dasar bangunan (KDB), koefisien lantai bangunan (KLB), dan ketentuan teknis lainnya sesuai dengan peruntukan lahan berdasarkan KRK.
    5. Penggambaran dan Penyusunan Dokumen Teknis dengan dituangkan dalam bentuk gambar teknis berskala, lengkap dengan legenda, notasi teknis, dan keterangan lainnya sebagai bahan evaluasi pemerintah.
    6. Koordinasi dengan Tim Proyek dalam finalisasi site plan agar rencana pembangunan bersifat terintegrasi dan sinkron dengan seluruh aspek teknis lainnya.
    7. Pengelolaan dan Pemantauan Pembangunan dengan menjadi acuan selama proses konstruksi dan akan digunakan sebagai dasar dalam pengawasan lapangan.

Adapun estimasi alur pengurusan perizinan PBG adalah sebagai berikut:

  1. Uji Sondir Tanah;
  2. Uji Peil Banjir;
  3. Pembuatan Siteplan;
  4. Gambar Perencanaan Arsitektur, Struktur, MEP;
  5. Kajian atas Permohonan PBG;
  6. Sidang TPA PBG;
  7. Pengeluaran SK Retribusi Daerah; dan
  8. Pengeluaran SK PBG.

Sanksi Administratif

Dalam hal Pemilik tidak memiliki kesesuaian penetapan fungsi dalam PBG, yakni fungsi hunian, keagamaan, usaha, sosial dan budaya, serta khusus maka akan dikenai sanksi administratif sesuai dengan Pasal 12 PP 16/2021 yang dapat berupa:

  1. Peringatan tertulis;
  2. Pembatasan kegiatan pembangunan;
  3. Penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan pelaksanaan pembangunan;
  4. Penghentian sementara atau tetap pada Pemanfaatan Bangunan Gedung;
  5. Pembekuan PBG;
  6. Pencabutan PBG;
  7. Pembekuan SLF Bangunan Gedung;
  8. Pencabutan SLF Bangunan Gedung; dan/atau
  9. Perintah Pembongkaran Bangunan Gedung.

Selain itu, berdasarkan Pasal 327 PP 16/2021, bagi Pemilik yang:

  1. Tidak mengajukan PBG sebelum pelaksanaan konstruksi sebagaimana diatur dalam Pasal 253 ayat (4) PP 16/2021;
  2. Tidak memperoleh SLF sebelum memanfaatkan Bangunan Gedung sebagaimana diatur dalam Pasal 274 ayat (2) PP 16/2021;
  3. Tidak memanfaatkan Bangunan Gedung sesuai dengan fungsi dan klasifikasinya sebagaimana diatur dalam Pasal 293 ayat (2) PP 16/2021;
  4. Tidak melakukan pemeliharaan dan perawatan agar Bangunan Gedung tetap laik fungsi sebagaimana diatur dalam Pasal 293 ayat (3) PP 16/2021; dan/atau
  5. Tidak memperoleh Surat Persetujuan sebelum Pelaksanaan Pembongkaran Bangunan Gedung sebagaimana diatur dalam Pasal 321 ayat (2) PP 16/2021.

Pemilik juga akan dikenakan sanksi administratif berupa:

  1. Peringatan tertulis;
  2. Pembatasan kegiatan:
    1. Pembangunan;
    2. Pemanfaatan; dan
    3. Pembongkaran;
  3. Penghentian sementara atau tetap pada kegiatan:
    1. Tahapan pembangunan;
    2. Pemanfaatan; dan
    3. Pembongkaran
  4. Pembekuan:
    1. PBG;
    2. SLF; dan
    3. Persetujuan Pembongkaran;
  5. Pencabutan:
    1. PBG;
    2. SLF; dan
    3. Persetujuan Pembongkaran; 
  6. Penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan pelaksanaan pembangunan;
  7. Penghentian sementara atau tetap pada Pemanfaatan Bangunan Gedung;
  8. Penghentian pemberian tugas sebagai Pemilik; dan/atau
  9. Penghentian tugas sebagai Pemilik.

Selain Sanksi Administratif, juga dapat dikenakan Sanksi Pidana sesuai dengan Peraturan Daerah yang berlaku. Hal ini dapat dilihat contohnya dalam Pasal 283 Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 7 Tahun 2010 tentang Bangunan Gedung (“Perda DKI No. 7 Tahun 2010”) yang mengatur tentang pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau 6 (enam) bulan atau denda paling banyak sebesar Rp 50.000.000,- (lima puluh juta Rupiah).

Disclaimer

Seluruh isi data dan informasi dalam Legal Brief ini merupakan kompilasi dari sumber-sumber terpercaya. Legal Brief ini tidak dimaksudkan dan tidak seharusnya dianggap sebagai nasihat atau opini hukum. Tidak disarankan mengambil tindakan berdasarkan informasi yang ada pada layanan ini tanpa mencari layanan profesional terlebih dahulu.

Penutup

Jika Anda memiliki pertanyaan atau memerlukan lebih lanjut konsultasi mengenai Legal Brief ini, silakan menghubungi kami di:

About S&P Law Office

S&P are passionate about helping our clients through some of their most challenging situations. We take a practical approach to your case, and talk with you like a real person. With each and every client, we aim to not only meet, but to exceed your expectations.

Recent Post