Dalam dunia hukum, mungkin kita sering mendengar istilah pasal-pasal yang lebih familiar dibaca atau didengar. Tapi pasal-pasal dalam suatu peraturan perundang-undangan ternyata bisa diganti atau diubah sesuai dengan perkembangannya. Sementara itu dalam lingkup hukum, ada yang tidak diubah yaitu azas-azas hukum yang menjadi dasar dari terbentuknya peraturan perundang-undangan. Lalu apa yang dimaksud dengan azas-azas hukum?
Pengertian Azas Hukum
Sebelum membahas tentang azas-azas hukum, berikut adalah pengertian azas hukum:
Azas Hukum menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (JBBI), azas memiliki tiga pengertian, yaitu:
- Dasar, alas, pedoman, misalnya batu yang baik untuk alas rumah.
- Suatu kebenaran yang menjadi pokok atau tumpuan berpikir (berpendapat dan sebagainya); misalnya: bertentangan dengan asas-asas hukum pidana; pada asasnya yang setuju dengan usul saudara.
- Cita-cita yang menjadi dasar (perkumpulan negara dan sebagainya); misalnya: membicarakan asas dan tujuan.
Pengertian azas yang sesuai dengan pembahasan tentang hukum adalah pengertian yang kedua, yaitu suatu kebenaran yang menjadi pokok atau tumpuan berpikir.
Azas Hukum menurut para ahli
Selain pengertian azas menurut KBBI, berikut ini adalah pengertian azas-azas hukum menurut para ahli:
Satjipto Rahardjo
Menurut Satjipto Rahardjo, azas hukum yaitu merupakan unsur penting dan pokok dari peraturan hukum. Asas hukum adalah pusat dari peraturan hukum karena azas hukum merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya peraturan hukum. Azas hukum juga menjaid jembatan antara peraturan hukum dengan cita-cita sosial dan pandangan etis masyarakatnya.
Van der Velden
Menurut Van der Velden, azas hukum yaitu tiga putusan yang dapat digunakan sebagai tolok ukur agar bisa menilai situasi atau juga sebagai pedoman berperilaku.
Mohammad Daud Ali
Menurut Mohammad Daud Ali, azas hukum adalah kebenaran yang digunakan sebagai tumpuan berpikir dan alasan pendapat, terutama dalam penegakan dan pelaksanaan hukum.
Abdul Kadir Besar
Menurut Abdul Kadir Besar, azas hukum merupakan pangkal tolak daya dorong normatif bagi proses dinamik pembentukan hukum yang tidak terjangkau oleh segala pengaruh dari luar dirinya yang merupakan dasar normatif pembentukan hukum.
Moh. Koesnoe
Menurut Koesnoe, azas hukum menjadi pokok ketentuan atau ajaran yang berdaya cukup menyeluruh terhadap segala persoalan hukum di dalam masyarakat yang bersangkutan.
Azas-Azas Hukum di Indonesia
Azas-azas hukum di Indonesia tercantum dalam KUHPdt yang sangat penting dalam Hukum Perdata, seperti berikut:
Azas Kebebasan Berkontrak
Azas kebebasan berkontrak termasuk dalam azas-azas hukum di Indonesia. Berdasarkan website resmi Mahkamah Agung, azas yang satu ini menjelaskan bahwa setiap orang bebas untuk mengadakan suatu perjanjian yang memuat syarat-syarat perjanjian macam apapun, sepanjang perjanjian itu dibuat secara sah dan beritikad baik, serta tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan.
Azas kebebasan berkontrak muncul karena paham individualisme yang secara embrional lahir dalam zaman Yunani. Dalam azas ini, pemerintah tidak bisa mengintervensi kehidupan sosial ekonomi masyarakat.
Sementara itu, Azas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPdt, yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”
Azas Konsesualisme
Pasal 1320 ayat (1) KUHPdt merupakan kesimpulan dari azas konsensualisme. Didalamnya menyebutkan bahwa agar suatu perjanjian menjadi sah adalah dengan kata sepakat antara kedua belah pihak. Dalam azas-azas hukum di Indonesia, azas konsensualisme menyatakan bahwa perjanjian tidak diadakan secara formal asalkan kedua belah pihak mencapai kesepakatan.
Azas Kepercayaan
Azas kepercayaan adalah azas yang dimana setiap orang yang mengadakan perjanjian harus bisa menumbuhkan rasa kepercayaan satu sama lain. Jika tidak ada kepercayaan, maka kontrak tidak diadakan oleh para pihak yang berkepentingan.
Azas Kekuatan Mengikat
Azas ini menjelaskan bahwa perjanjian hanya dapat mengikat para pihak yang mengikatkan diri pada suatu perjanjian dan sifatnya hanya mengikat ke dalam Pasal 1340 KUHPdt. Pasal tersebut berbunyi: “Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya.”
Akan tetapi hal itu bisa jadi pengecualian seperti dalam Pasal 1317 KUHPdt yang menyatakan: “Dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu.”
Azas Persamaan Hukum
Azas ini menjelaskan bahwa subjek hukum yang mengadakan perjanjian mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dalam hukum.
Azas Keseimbangan
Azas ini menghendaki kedua belah pihak yang membuat perjanjian memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Kreditur dapat menuntut prestasi dan dapat pula pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur. Sedangkan debitur memiliki kewajiban untuk melaksanakan perjanjian dengan itikad baik
Azas Kepastian Hukum
Azas ini berhubungan dengan akibat perjanjian dan disebut juga dengan azas pacta sunt servanda. Dalam azas ini dijelaskan bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak sesuai undang-undang.
Azas kepastian hukum dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPdt dan awalnya dikenal dalam hukum gereja. Hukum tersebut menjelaskan bahwa perjanjian terjadi jika ada kesepakatan antar pihak dan dikuatkan dengan sumpah.
Azas Moral
Azas hukum ini menjelaskan bahwa perbuatan sukarela (moral) dari seseorang tidak bisa menuntut hak untuk menggugat prestasi dari pihak debitur. Namun yang bersangkutan harus memenuhi kewajiban hukum untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya.
Kemudian faktor yang menjadi motivasi pada pihak bersangkutan untuk melakukan perbuatan hukum tersebut beradasrkan pada kesusilaan (moral).
Azas Perlindungan
Azas ini memiliki pengertian bahwa hukum harus melindungi debitur dan kreditur. Namun yang paling harus mendapat perlindungan adalah debitur karena dalam posisi lebih lemah. Karena itu, azas perlindungan menjadi dasar bagi para pihak untuk menentukan dan membuat suatu kontrak dalam kegiatan hukum.
Azas Kepatutan
Azas ini terdapat dalam Pasal 1339 KUHPdt dan terkait dengan ketentuan isi perjanjian yang diharuskan oleh kepatutan yang berdasar pada sifat suatu perjanjian.
Azas Kepribadian
Azas ini menentukan apakah seseorang yang akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan pribadi. Azas ini terdapat pada Pasal 1315 KUHPdt yang berbunyi: “Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.”
Azas Itikad Baik (Good Faith)
Azas ini menjelaskan bahwa substansi kontrak harus dilaksanakan berdasarkan kepercayaan oleh pihak kreditur dan debitur. Azas ini juga tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPdt yang berbunyi: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.”
Azas ini terbagi dua, yaitu itikad baik nisbi (relative) dan itikad baik mutlak. Pada itikad yang pertama, seseorang perlu memperhatikan sikap dan tingkah laku dari subjek. Sedangkan itikad yang kedua memiliki penilaian terkait akal sehat dan keadilan untuk menilai keadaan berdasarkan norma-norma yang objektif.
Untuk mempelajari lebih dalam tentang ilmu hukum atau bahkan berkonsulitasi terkait hukum, pembaca, pembaca bisa klik splawoffice.co.id dan juga www.instagram.com/simanjuntaklaw.
Leave a Reply