Masih banyak orang yang belum memahami apa itu royalti. Maknyanya tercantum dalam undang-undang perpajakan, bahkan setiap negara memiliki definisi royalti yang berbeda. Sangat penting untuk mengetahui klasifikasi penghasilan sebagai royalti dalam konteks internasional. Beberapa negara mengenakan pajak atas royalti yang dibayarkan kepada nonresiden.
Lalu, berdasarkan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dan dalam undang-undang perpajakan di Indonesia, seperti apa pengertian royalti yang sebenarnya? Simak penjelasan lengkapnya di bawah ini.
Arti Royalti dalam P3B
Pembayaran untuk penggunaan aset tak berwujud (intangible asset) merupakan arti dari royalti. Sekarang ini, definisi royalti juga mencakup pembayaran atas penggunaan hak kekayaan intelektual (intellectual property). Demi tujuan pajak internasional, arti royalti dalam P3B mengikuti model yang dikembangkan. Model tersebut dikembangkan oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) maupun model yang dikembangkan oleh United Nations (UN).
Mengenai aspek pajak internasional terkait royalti ada pada OECD Model dan UN Model yang diatur dalam Pasal 12. Sebagai rinciannya, Pasal 12 ayat (2) OECD Model mendefinisikan royalti sebagai berikut:
“Setiap pembayaran dalam bentuk apa pun yang diterima sebagai imbalan atas penggunaan atau hak untuk menggunakan. Hak cipta kesusastraan, karya seni, atau karya ilmiah termasuk film-film sinematografi, paten, merek dagang. Desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia. Atau untuk informasi mengenai pengalaman di bidang industri, perdagangan, atau ilmu pengetahuan.”
Pengertian royalti dari UN Model
Pengertian royalti dari UN Model lebih luas karena terdapat jenis pembayaran yang termasuk dalam penghasilan royalti berdasarkan UN Model. Hal itu mengacu pada Pasal 12 ayat (3) UN Model. Yaitu sebagai berikut:
“Setiap pembayaran dalam bentuk apa pun yang diterima sebagai imbalan atas penggunaan, atau hak untuk menggunakan. Hak cipta kesusastraan, karya seni, atau karya ilmiah. Termasuk film-film sinematografi, atau film atau pita-pita yang dipakai untuk penyiaran radio atau televisi, paten, merek dagang, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, atau untuk menggunakan. Atau hak untuk menggunakan, perlengkapan perindustrian, perdagangan atau ilmiah. Atau atas informasi mengenai pengalaman di bidang industri, perdagangan, atau ilmu pengetahuan.”
OECD Model dan UN Model memiliki definisi royalti berbeda karena memiliki interpretasi tersendiri. Makna sehari-hari atau pun definisi menurut ketentuan domestik negara pihak P3B tidak bisa menjadi acuan. Namun, ketentuan domestik bisa dijadikan acuan untuk melakukan interpretasi atas istilah dalam definisi royalti itu sendiri.
Bagi yang ingin mendapat penjelasan lebih rinci tentang definisi royalti dalam P3B bisa menyimak buku ‘Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda: Panduan, Interpretasi, dan Aplikasi’ yang dirilis DDTC pada 2017 lalu.
Definisi Royalti dalam UU Perpajakan di Indonesia
Setelah membahas tentang definisi royalti dari OECD Model dan UN Model, ada juga definisi royalti dalam UU Perpajakan di Indonesia. Makna royalti tersebut terkait dengan pajak penghasilan (PPh) yang tercantum dalam Pasal 4 ayat (1) huruf h Undang-Undang No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh). Pasa tersebut menjelaskan bahwa royalti adalah suatu jumlah yang dibayarkan atau terutang dengan cara atau perhitungan apa pun, baik dilakukan secara berkala maupun tidak, sebagai imbalan atas 6 hal:
- Hak atau penggunaan menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian atau karya ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang, atau bentuk hak kekayaan intelektual/industrial atau hak serupa lainnya.
- penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial, komersial, atau ilmiah.
- Pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial, atau komersial.
- Pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan atau hak menggunakan hak-hak pada angka 1, penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan itu pada angka 2, atau pemberian pengetahuan atau informasi tersebut pada angka 3, berupa:
- Penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, yang disalurkan kepada masyarakat melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa;
- Penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, untuk siaran televisi atau radio yang disiarkan/dipancarkan melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa.
- Penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spektrum radio komunikasi.
- Penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture films), film atau pita video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran radio.
- pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan atau pemberian hak kekayaan intelektual/industrial atau hak-hak lainnya sebagaimana tersebut di atas.
Pengertian Royalti dalam Bea Masuk
Definisi royalti tidak hanya dari OECD Model dan UN Model hingga UU Perpajakan di Indonesia atau UU PPh. Namun definisi royalti ada yang berkaitan dengan ketentuan deklarasi inisiatif dan pembayaran inisiatif atas nilai pabean untuk penghitungan bea masuk.
Membahas Pasal 1 angka 7 Peraturan Menteri Keuangan No. 201/PMK.04/2020. Isinya menjelaskan bahwa royalti adalah biaya yang harus dibayar oleh pembeli secara langsung atau tidak langsung sebagai persyaratan jual beli barang impor yang mengandung Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI). Bukan hanya di UU Perpajakan, Undang-Undang No.28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta dan Undang-Undang No.13 Tahun 2016 tentang Paten juga mengatur tentang definisi royalti serta ketentuannya.
Penjelasan Tarif Pajak Royalti
Membahas tentang definisi royalti dari berbagai sumber, tentu menarik juga untuk membahas tentang tarif pajak royalti. Hal itu terkait erat dengan pernyataan masyarakat ‘berapa sebenarnya tarif pajak royalti?’
Dikutip dari berbagai sumber, pajak royalti termasuk elemen yang terdapat dalam PPh 23. Berdasarkan PMK No.141/PMK.03/2015, tarif pajak PPh 23 dikenakan atas nilai Dasar Pengenaan Pajak atau jumlah bruto dari penghasilan sebesar 15% dari penghasilan bruto dan bersifat tidak final. Royalti yang disinggung pasal tersebut merupakan jenis royalti terhadap subjek pajak dalam negeri, seperti:
- Subjek pajak orang pribadi,
- Pajak badan usaha, termasuk yang dikenakan pada Badan Usaha Tetap (BUT).
Tarif pajak royalti naik 30% atau 100% dari tarif yang ditetapkan Pasal 23 ayat 1a Undang-undang Pajak Penghasilan jika penerima royalti tidak mempunyai NPWP. Dasarnya sendiri diambil dari Dasar Pengenaan Pajak, di mana jumlah bruto royalti yang terutang atau kita bayarkan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
Ada pengecualian untuk pemotongan pajak jenis ini, yaitu pemotongan pajak kepada pihak bank sebagai subjek pajak dalam negeri. Hal itu sesuai dengan Pasal 23 ayat 4a Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Demikianlah pembahasan tentang definisi royalti hingga penjelasan tarifnya berdasarkan UU Perpajakan di Indonesia. Jika ingin mengetahui informasi lebih lanjut, tinggal klik website dan laman Instagram ini.
Leave a Reply