Hukum pencemaran nama baik merupakan salah satu dari tujuh jenis hukum perdata yang ada di Indonesia. Seperti yang diketahui masyarakat sekarang ini, kasus yang terkait dengan hukum pencemaran nama baik merebak di Indonesia. Hal itu juga kebanyakan terjadi lewat media sosial sehingga ada istilah “jarimu harimaumu”.
Lalu kenapa banyak kasus terkait hukum pencemaran nama baik terjadi lewat media sosial? Usut punya usut, hal itu karena kebebasan dalam menggunakan media sosial dan masyarakat mengutarakan pendapat dengan berbagai cara. Bahkan tidak sedikit orang yang tersangkut kasus penghinaan atau pencemaran nama baik karena tidak bijak dalam menggunakan media sosial.
Hukum Pencemaran Nama Baik
Perlu diketahui bahwa sebelum adanya media sosial, pengaturan tentang hukum pencemaran nama baik diatur dalam ketentuan-ketentuan pasal-pasal KUHP sebagai berikut:
- Pasal 310 KUHP, yang berbunyi: (1) Barangsiapa sengaja merusak kehormatan atau nama baik seseorang dengan jalan menuduh dia melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud yang nyata akan tersiarnya tuduhan itu, dihukum karena menista, dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,-“. (2) Kalau hal ini dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukan pada umum atau ditempelkan, maka yang berbuat itu dihukum karena menista dengan tulisan dengan hukuman penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,-.
- Pasal 315 KUHP, yang berbunyi: “Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, diancam karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”
Keberadaan internet pun membuat ‘modifikasi’ pasal yang diatur dalam ketentuan Undang-Undang ITE, yaitu:
- Pasal 27 ayat (3) UU ITE, yang berbunyi: “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”.
- Pasal 45 UU ITE, yang berbunyi: (1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Dengan demikian, pencemaran nama baik yang secara langsung maupun lewat internet atau media sosial sama saja dengan delik aduan. Hal itu membuat pihak kepolisian dapat memproses delik tersebut jika ada pengaduan dari korban. Sedangkan jika tidak ada aduan, maka kasus tersebut tidak bisa diselidiki oleh pihak kepolisian.
Delik aduan memiliki dasar ketentuan pasal 74 KUHP, dimana penyidikan bisa dilakukan jika pengaduan dilakukan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak peristiwa tersebut. Maksudnya adalah setelah lewat jangka waktu 6 (enam) bulan, maka kasus pencemaran nama baik tidak bisa dilanjutkan ke tingkat penyidikan. Karena itu, bagi siapa pun yang merasa menjadi korban pencemaran nama baik, harus langsung mengadukannya maksimal enam bulan setelah kejadian.
Kemudian agar suatu kalimat atau kata-kata bernada menghina atau mencemarkan nama baik bisa dijerat pidana, harus ada unsur dimuka umum. Artinya, peristiwa tersebut harus dihadapan dua orang atau lebih jika dilakukan secara langsung. Sedangkan jika lewat media sosial, maka harus di tempat yang dapat dilihat banyak orang, misalnya postingan di media sosial. Dengan demikian jika penghinaan dilakukan lewat chat langsung atau inbox, hal itu tidak memenuhi kategori penghinaan atau pencemaran nama baik.
Pasal 27 ayat (3) UU ITE sendiri tidak dapat dipisahkan dari norma hukum pokok dalam Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP. Itulah pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam putusan perkara No. 50/PUU-VI/2008 atas judicial review pasal 27 ayat (3) UU ITE terhadap UUD 1945. Kesimpulan dari Mahkamah Konstitusi adalah nama baik dan kehormatan seseorang patut dilindungi oleh hukum yang berlaku, sehingga Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak melanggar nilai-nilai demokrasi, hak azasi manusia, dan prinsip-prinsip negara hukum. Sementara Pasal 27 ayat (3) UU ITE adalah Konstitusional.
Jika ditelaah lebih lanjut, isi Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (1) UU ITE lebih sederhana bila dibandingkan dengan pasal-pasal penghinaan dalam KUHP yang lebih rinci. Karena itu, rujukan dalam penafsiran Pasal 27 ayat (3) UU ITE adalah pasal-pasal penghinaan dalam KUHP. Misalnya, tidak ada pengertian tentang pencemaran nama baik dalam UU ITE. Sedangkan dalam Pasal 310 ayat (1) KUHP, perbuatan menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum bisa diartikan sebagai pencemaran nama baik.
Berbagai Pasal yang Terkait dengan Hukum Pencemaran Nama Baik
Seperti yang disebutkan sebelumnya, ada sejumlah pasal dari undang-undang yang berlaku di Indonesia terkait hukum pencemaran nama baik. Diantaranya adalah sebagai berikut:
Pasal 27 ayat (3) UU ITE
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.”
Pasal 310 ayat (1) KUHP
“Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”
Jika membandingkan antara sanksi pidana dan denda dalam pasal-pasal penghinaan KUHP, rumusan Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (1) UU ITE tampak lebih sederhana namun memiliki sanksi pidana dan denda yang lebih berat.
Sebagai contoh, jika seseorang terbukti sengaja menyebarluaskan informasi elektronik yang berisi pencemaran nama baik seperti yang dimaksudkan dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE, maka orang tersebut akan dijerat dengan Pasal 45 Ayat (1) UU ITE dengan sanksi pidana penjara maksimum 6 tahun dan/atau denda maksimum 1 milyar rupiah.
Pasal 45 UU ITE
“(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
Pasal 36 UU ITE menjadi pasal lain dalam Undang-Undang ITE yang berkaitan dengan pencemaran nama baik dan memiliki sanksi pidana dan denda yang lebih berat lagi.
Pasal 36 UU ITE
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 27 sampai Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain.”
Sebagai contoh, jika seseorang menyebarluaskan informasi elektronik yang berisi penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain, maka si pelaku akan dikenakan sanksi pidana penjara maksimum 12 tahun dan/atau denda maksimum 12 milyar rupiah (dinyatakan dalam Pasal 51 ayat 2).
Pasal 51 ayat (2) UU ITE
“Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).”
Bagi pembaca yang merasa menjadi korban pencemaran nama baik dan ingin berkonsultasi sebelum melaporkan ke pihak kepolisian, bisa klik www.splawoffice.co.id dan juga www.instagram.com/simanjuntaklaw.
Leave a Reply