S&P Law Office

Hak Cipta Sebagai Harta Bersama, Bagaimana Pengaturannya?

S&P Law Office - Legal Brief

Harta bersama merujuk pada harta yang diperoleh selama perkawinan, termasuk benda berwujud dan tidak berwujud, bisa berasal dari suami, istri, atau keduanya. Harta ini tidak bercampur dengan harta asal atau bawaan masing-masing, yang tetap menjadi milik pribadi. Harta asal mencakup kepemilikan sebelum perkawinan, termasuk hadiah atau warisan.

Beberapa tokoh terkenal seperti Mohammad Hatta, Apung Widadi, Prof. Dr. KH. Muhammad Sirajuddin Syamsuddin, memilih memberikan buku sebagai mas kawin dalam pernikahan. Jenis buku yang diberikan bisa berupa karya dari calon mempelai pria atau buku dengan nilai filosofis dan spiritual. Meskipun tidak ada aturan khusus mengenai jenis mas kawin, yang penting diberikan dengan cara yang halal dan tidak memberatkan calon suami.

Sekarang, setelah puluhan tahun, muncul perbincangan mengenai kekayaan intelektual sebagai harta bersama dalam pernikahan. Harta bersama merujuk pada harta yang diperoleh selama dalam ikatan perkawinan.

Lalu apakah kekayaan intelektual dapat menjadi harta bersama dan bagaimana pembagiannya saat dihadapkan perceraian?

 

Pengaturan Terkait dengan Harta Bersama dan Pembagian Harta Bersama Apabila Terjadi Perceraian

Terdapat beberapa aturan yang mengatur tentang Harta Bersama yaitu Undang-Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Contohnya adalah Pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU No. 1 Tahun 1974”) dan Pasal 119 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”), kami kutip sebagai berikut:

  • Pasal 35 UU No. 1 Tahun 1974:

Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama”.

 

  • Pasal 119 KUH Perdata:

Sejak saat dilangsungkannya perkawinan, maka menurut hukum terjadi harta bersama menyeluruh antara suami isteri, sejauh tentang hal itu tidak diadakan ketentuan-ketentuan lain dalam perjanjian perkawinan. Harta bersama itu, selama perkawinan berjalan, tidak boleh ditiadakan atau diubah dengan suatu persetujuan antara suami isteri.”

Bentuk dari harta bersama adalah benda berwujud dan benda tidak berwujud. Hal tersebut diatur dalam Buku I Pasal 91 KHI, kami kutip sebagai berikut:

  • Pasal 91 ayat (1) KHI:

“Harta bersama sebagaimana tersebut dalam pasal 85 di atas dapat berupa benda berwujud atau tidak berwujud”.

Kemudian, terkait dengan pembagian harta bersama apabila terjadi perceraian, maka pengaturannya harus kembali merujuk kepada pengaturan hukum masing-masing. Bisa diambil contoh, apabila pernikahan dilakukan berdasarkan agama islam, maka apabila terjadi perceraian, janda atau duda masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan. Kemudian, apabila perkawinan dilakukan berdasarkan agama selain Islam, maka harta bersama dibagi dua antara suami dan istri tanpa mempersoalkan dari pihak mana asal barang itu. Hal tersebut diatur dalam Pasal 37 UU No. 1 Tahun 1974 jo. Pasal 128 KUH Perdata jo. Buku I Pasal 97 KHI, kami kutip sebagai berikut:

  • Pasal 37 UU No. 1 Tahun 1974:

“Bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing.”

 

  • Pasal 128 KUH Perdata:

“Setelah bubarnya harta bersama, kekayaan bersama mereka dibagi dua antara suami dan isteri, atau antara para ahli waris mereka, tanpa mempersoalkan dan pihak mana asal barang-barang itu.”

 

  • Pasal 97 KHI:

“Janda atau duda cerai masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan”.

 

Hak Cipta Sebagai Barang Tidak Berwujud

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (“UU No. 28 Tahun 2014”) telah mengatur bahwa Hak Cipta adalah benda bergerak tidak berwujud, dimana hak cipta dapat beralih atau dialihkan baik seluruh atau sebagian serta hak ekonomi atas suatu ciptaan tetap berada di tangan pencipta, selama pencipta atau pemegang hak cipta tidak mengalihkan seluruh hak ekonominya. Hal tersebut diatur dalam Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2) jo. Pasal 17 ayat (1) UU No. 28 Tahun 2014, kami kutip sebagai berikut:

  • Pasal 16 ayat (1) UU N0. 28 Tahun 2014:

“Hak Cipta merupakan benda bergerak tidak berwujud.”

 

  • Pasal 16 ayat (2) UU No. 28 Tahun 2014:

“Hak Cipta dapat beralih atau dialihkan, baik seluruh maupun sebagian karena:

  1. pewarisan;
  2. hibah;
  3. wakaf;
  4. wasiat;
  5. perjanjian tertulis; atau
  6. sebab lain yang dibenarkan sesuai dengan ketentuan
  7. peraturan perundang-undangan.”

 

  • Pasal 17 ayat (1) UU No. 28 Tahun 2014:

“Hak ekonomi atas suatu Ciptaan tetap berada di tangan Pencipta atau Pemegang Hak Cipta selama Pencipta atau Pemegang Hak Cipta tidak mengalihkan seluruh hak ekonomi dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta tersebut kepada penerima pengalihan hak atas Ciptaan.”

 

Sehingga, apabila dikaitkan dengan pengaturan harta bersama sebagaimana termasuk di atas, maka hak cipta dapat dikategorikan sebagai harta bersama, dengan catatan selama hak cipta tersebut timbul ketika pasangan suami isteri masih terikat dalam hubungan perkawinan. Kemudian, apabila terjadi perceraian, maka yang dibagi antara suami isteri adalah hak atas royalti dan bukan hak moral. Hal tersebut dikarenakan hak moral adalah hak yang melekat secara abadi pada diri pencipta dan hak moral tidak dapat dialihkan selama pencipta masih hidup, tetapi pelaksanaan hak tersebut dapat dialihakan dengan wasiat atau sebab lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut diatur dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 28 Tahun 2014, kami kutip sebagai berikut:

  • Pasal 5 ayat (1) UU No. 28 Tahun 2014:

“Hak moral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 merupakan hak yang melekat secara abadi pada diri Pencipta untuk:

……”

 

  • Pasal 5 ayat (2) UU No. 28 Tahun 2014:

“Hak moral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dialihkan selama Pencipta masih hidup, tetapi pelaksanaan hak tersebut dapat dialihkan dengan wasiat atau sebab lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan setelah Pencipta meninggal dunia.”

 

Contoh Putusan Hakim Terkait Pembagian Hak Cipta Sebagai Harta Bersama

Contoh Putusan Hakim yang melakukan pembagian atas Hak Cipta sebagai harta bersama dapat dilihat dalam Putusan Nomor 1622/Pdt/2023/PA JB, dengan pertimbangan sebagai berikut:

Menimbang, bahwa adapun mengenai kedudukan royalti dalam kaitannya dengan harta bersama dalam perkawinan, apakah royalti termasuk objek harta bersama perkawinan atau bukan. Dalam hal ini oleh karena royalty itu bagian dari hak ekonomi yang bersumber dari Hak Cipta, sedangkan Hak Cipta itu sesuai ketentuan Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014, dinyatakan sebagai benda bergerak tidak berwujud, maka sesuai ketentuan Pasal 91 ayat (1) dan (3) Kompilasi Hukum Islam, Majelis dalam hal ini berpendapat bahwa royalti itu merupakan objek harta bersama perkawinan.” (Vide Paragraf 3 Putusan hlm. 211).

“Menimbang, bahwa mengenai kedudukan royalti yang merupakan objek harta bersama dalam perkawinan sejalan dengan pendapat ahli yang diajukan Penggugat Konvensi yaitu: Prof. Dr. H. Aden Rosadi, M. Ag., CL.A. dan Dr. Andrew Betlehn, S.H., S.Kom., M.H., M.M., CPCD, oleh karena itu pendapat kedua ahli tersebut yang menyatakan royalti merupakan objek harta bersama perkawinan, dalam hal ini diambil alih sebagai pendapat Majelis;” (Vide Paragraf 1 Putusan hlm. 212).

Menimbang, bahwa atas dasar pertimbangan-pertimbangan tersebut, terhadap 50% (lima puluh persen) dari Pendapatan Bersih Royalti yang diperoleh Tergugat Konvensi sebagaimana didalilkan Penggugat Konvensi tersebut, oleh karena royalti tersebut terbukti diperoleh Tergugat Konvensi (xxx) selama dalam masa perkawinannya dengan Penggugat Konvensi maka sesuai dengan ketentuan Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 juncto Pasal 1 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam, 50% (lima puluh persen) dari Pendapatan Bersih Royalti yang diperoleh Tergugat Konvensi tersebut terbukti merupakan harta bersama Penggugat Konvensi dan Tergugat Konvensi. Dan oleh karena royalti tersebut merupakan harta bersama Penggugat Konvensi dan Tergugat Konvensi maka sesuai ketentuan Pasal 49 huruf (a) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 berikut penjelasannya angka 10 dan Pasal 88 Kompilasi Hukum Islam, Pengadilan Agama Jakarta Barat dalam hal ini secara absolut berwenang mengadili dan memutus gugatan Penggugat Konvensi terhadap royalti atas nama Tergugat Konvensi tersebut”. (Vide Paragraf 2 Putusan hlm. 212).


Disclaimer

Seluruh isi data dan informasi dalam Legal Brief ini merupakan kompilasi dari sumber-sumber terpercaya. Legal Brief ini tidak dimaksudkan dan tidak seharusnya dianggap sebagai nasihat atau opini hukum. Tidak disarankan mengambil tindakan berdasarkan informasi yang ada pada layanan ini tanpa mencari layanan profesional terlebih dahulu.


Dasar Hukum

  • KUH Perdata.
  • Kompilasi Hukum Islam.
  • Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
  • Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Penutup

Jika Anda memiliki pertanyaan atau memerlukan lebih lanjut konsultasi mengenai legal brief ini, silakan menghubungi kami di:

About S&P Law Office

S&P are passionate about helping our clients through some of their most challenging situations. We take a practical approach to your case, and talk with you like a real person. With each and every client, we aim to not only meet, but to exceed your expectations.

Recent Post